Nasional

Bendera Merah Putih Disobek, Pusaka Titipan Soekarno

Foto: Getty Images/iStockphoto/Bastian Saputra

RIAULINK.COM - Kemerdekaan Indonesia berlangsung tanpa rencana, termasuk soal pengibaran bendera merah putih. Beruntung, istri Soekarno, Fatmawati, punya inisiatif membuatnya. Fatmawati yang sedang hamil besar bergegas menyatukan kain merah dan putih dengan menjahitnya menggunakan tangan.

Akhirnya, bendera berukuran 2x3 meter pun selesai dijahit dan bisa dikibarkan usai pembacaan naskah proklamasi. Dari sinilah istilah bendera pusaka tercipta. Sejak itu bendera pusaka selalu berkibar di tiang bendera upacara setiap peringatan kemerdekaan 17 Agustus. Bendera itu lantas menjadi simbol yang melekat dan harus dijaga setiap saat.

Begitu pula saat terjadi agresi militer belanda kedua yang menyerang Yogyakarta pada Desember 1948. Di tengah hantaman bom yang berjatuhan, Soekarno berinisiatif mengamankan bendera pusaka agar tidak jatuh ke tangan Belanda. Dia memanggil ajudannya bernama Husein Mutahar untuk membawa pergi bendera itu. 

"Aku memberikan tugas kepadamu pribadi, untuk menjaga bendera kita dengan nyawamu. Ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh!," kata Sukarno dikutip dari Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat (1965).

Mendapati tugas itu Mutahar langsung menerima perintah bosnya itu. Ketika derap pasukan Belanda sudah makin dekat, dia langsung menyobek bendera merah putih tepat dijahitannya. Tujuannya agar mengelabui Belanda karena bendera sudah terpisah menjadi kain merah dan putih saja.

Setelahnya, Mutahar memasukkannya ke dalam tas yang dibawanya. Kedua kain ditumpuk bersamaan dengan baju. Jadi, apabila dia ditangkap, Belanda hanya mengira itu kain biasa bukan bendera merah putih. 

Sayangnya belum sempat kabur, tentara Belanda keburu datang dan menangkap Mutahar. Dia dipenjara di Semarang. Soekarno dibuang ke Bangka. Sementara soal bendera, cara cerdik Mutahar berhasil. Belanda yang mencari bendera pusaka tidak berhasil menemukannya karena sudah disobek Mutahar.

Singkat cerita, saat proses penahanan Mutahar kabur. Dia sukses menjebol tahanan dan pergi ke Jakarta. Di sana dia menginap di rumah Sutan Sjahrir sembari terus mencari informasi supaya bendera itu kembali ke tangan Soekarno dan bisa berkibar lagi. 

Sebagaimana dituliskan buku Ziarah Sejarah: Mereka Yang Dilupakan (2022), Mutahar kemudian menemukan cara pengembalian bendera. Caranya dengan menitipkan kepada Soedjono, rekan Soekarno yang bisa menemuinya ketika berada di Bangka. Dari situ, Mutahar lantas menjahit ulang dua kain tersebut hingga menjadi bendera merah putih.

Setelahnya bendera itu dibungkus koran dan dibawa dari Jakarta ke Bangka untuk disimpan Sukarno. Berkat usaha Mutahar, bendera pusaka pun dapat kembali berkibar hingga tahun 1967 di tiang Istana Merdeka, Jakarta. Kemudian bendera pusaka tidak boleh lagi dikibarkan karena faktor usia dan sudah disimpan di Monumen Nasional.

Sebagai penggantinya, Presiden Soeharto menggunakan bendera duplikasi setiap upacara peringatan kemerdekaan sejak tahun 1968. Dan ini terus berlangsung hingga sekarang.