Opini

Hukum Klaim Zee di Laut Natuna

SEJUMLAH kapal asing nelaya milik Tiongkok terlihat memasuki Perairan laut Natuna, Kepulauan Riau. Kapal asing terlihat masuk pertama kali pada 19 Desember 2019. Selain itu, Coast Guardh China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna, Kepalauan Riau.

Kapal-kapal Tiongkok telah melanggar ZEE Indonesia atau yang disebut Zona Ekonomi Eksekutif dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, dan Unregulates (IUU) Fishing.

Pada 31 Desember 2019, Kementerian Luar Negeri menyatakan warta dan Penjaga Pantai (Cost Guard) Negeri Tirai Bambu dianggap sudah melampaui wilayah ZEE Indonesia di Perairan Natuna, Kepulauan Riau.

Namun, dari pihak Tiongkok menanggapi dan menyatakan bahwa  Nine-Dash Line (sembilan garis putus-putus) adalah wilayah historis Laut China Selatan seluas 2 juta Km persegi yang 90% dari diklaim Tiongkok sebagai hak maritim historisnya, meskipun berjarak hingga 2.000 Km dari China daratan. Garis putus-putus ini muncul pada peta Negara China pada 1947, setelah usai Perang Dunia II. Pada 1950-an, dua garis putus-putus dihilangkan dari peta dan tinggal sembilan karena Perdana Menteri China Zhou Enlai untuk memberi tepat bagi Semananjung Toakin untuk rekan-rekan Tiongkok di Vietnam Utara yang berupaya melawan Vietnam Selatan yang baru merdka dan menjadi andalan dari Blok Barat di Asia.

Padahal, Kovensi PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) tentang Hukum Laut III (Unclos III) yang disepakati adanya batas-batas wilayah berdasarkan jarak dengan daratan. Dalam Unclos III diatur batas wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif adalah 200 mil laut dari garis pantai, yang memberi hak kepada negara pemilik untuk mengendalikan kekayaan ekonomis di dalamnya. Kegiatan itu termasuk menangkap ikan, menambang, mengekslporasi minyak, menerapkan kebijakan hukumnya, bernavigasi, terbang diatasnya, dan menanam pipa-kabel. Meskipun demikian, ZEE merupakan laut internasional dan kapal negara lain diperbolehkan melewati zona ini, namun tidak mengambil sumber daya laut di perairan itu.

Namun, Tiongkok mengklaim Nine-Dash Line sudah ada sejak Perang Dunia II sebelum Unclos III lahir pada 1982. Serta berdalin, bahwa kekalahan Jepang dalam perang besar itu menyatakan kembalinya wilayah kekusaan dengan dukungan hukum serta otorisasi dari sekutu, yang menjadi pihak pemenang perang.

Sebenarnya, Beijing adalah salah satu penandatangan Unclos, tetapi secara sengaja tidak mendefinisikan dan menyatakan hak-haknya melalui hukum dari Nine-Dash Line yang berada di dalam garis batas itu. Ambiguitas atas pernyataan penduduk Tiongkok atas wilayah maritim negara mereka dan tidak menyatakan hal ini secara eksplisit.

Atas permasalahan ini, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja ke Natuna, Kepulauan Riau pada Rabu 8 Januari 2020. Didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, hingga Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Ada pula Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala BPN Surya Tjandra.

Dalam kunjungan ini, Presiden menyatakan dengan tegas bahwa “Kedaulatan tidak bisa ditawar-tawar, dan sudah Saya katakan pada 2016 bahwa Natuna teritorial Indonesia, kita punya kabupaten disini, dan penduduknya 81000. Jadi, tidak ada yang diperdebatkan lagi, bahwa Natuna adalah Indonesia!”.

Pada kunjungannya, Presiden juga bertemu para nelayan Natuna, dan mengatakan tidak perlu khawatir bahwa Kepulauan Natuna ini adalah teritorial kita dan masuk dalam Kesatuan Negara Republik Indonesia.

Begitu pula dengan tanggapan dari Kementerian Luar Negeri, bahwa “Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," tutur Retno Marsudi usai rapat koordinasi terbatas di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat 3 Januari 2020.

Setelah usai rapat koordinasi dengan tujuan menyatukan dan memperkuat posisi Indonesia dan meningkapi sitausi di Perairan Natuna. Dengan tegas mengambil tindakan serta sikap yaitu: Pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok (China) di wilayah ZEE Indonesia; Kedua, wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui UNCLOS 1982; Ketiga, Tiongkok merupakan salah satu part (anggota) dari UNCLOS 1982. Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati, implementasi dari UNCLOS 1982; Keempat, Indonesia tidak pernah akan mengakui Nine-Dash Line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum Internasional terutama UNCLOS 1982.

Pemerintahan pun memperkuat penjagaan di Perairan Natuna setelah sejumlah kapal penjaga pantai China memasuki kawasan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Inilah salah satu kapal penjaga Pantai China yang memasuki wilayah Indonesia di Perairan Natuna. Kapal perang TNI Angkatan Laut KRI Tjiptadi 381 yang menjaga perairan Natuna, berhasil mengusir kapal Tiongkok yang belakangan diketahui sedang mengawal kapal ikan Tiongkok yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Penjagaan perairan Natuna terus dilakukan karena kapal penjaga pantai milik Tiongkok terus mencoba masuk wilayah Indonesia di Perairan Natuna.
Dari Pesawat Boeing 737 intai strategis AI-7301 skuadron udara 5 wing 5 TNI AU Lanud Sultan Hasanudin Makassar, di Laut Natuna terlihat sejumlah kapal penjaga pantai Tiongkok berupaya memasuki perairan Indonesia. Untuk menjaga wilayah Natuna, saat ini sudah ada dua kapal perang milik TNI Angkatan Laut, KRI Tjiptadi, dan KRI Teuku Umar. Operasi kali ini tidak hanya berlangsung sehari atau dua hari, operasi ini akan berlangsung sampai masalah kedaulatan ini selesai.

 

Silna Kausar (Mahasiswi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Islam Malang)