Opini

Review Buku 'Kehampaan Hak' Karya Ward Berenschot, dkk

Gusratih Andriani (Magister Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada)

Reviewer : Gusratih Andriani (Magister Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada)

Buku: Kehampaan Hak (Masyarakat vs Perusahaan Sawit di Indonesia)

Buku ini ditulis oleh Ward Berenschot, Ahmad Dhiaulhaq, Afrizal dan Otto Hospes yang melakukan penelitian tentang konflik agararia khususnya di bidang Kelapa Sawit. Para penulis memulai kajian dari cerita sembilan desa di Kalimantan Barat yang menolak PT Sintang Raya dan menuntut kompensasi atas tanah mereka. Mereka juga menuntut agar sebagian dari tanah mereka dikembalikan. Banyak protes telah dilakukan seperti menyuarakan penolakan melalui demosntrasi di depan kantor Bupati, kantor Gubernur, dan kantor perusahaan. Aksi lain juga mereka lakukan dengan cara long march untuk mengekspresikan ketidaksetujuan mereka. Hasil dari aksi yang telah digaungkan memicu Mahkamah Agung memerintahkan PT Sintang Raya mengembalikan tanah mereka. Namun, ternyata dari 900 hektar tanah yang dituntut hanya 5 hektar saja yang dikabulkan. Ini yang menjadikan masyarakat setempat mengalami kekecewaan yang mendalam. Akhirnya dengan ketidakpuasan yang dirasakan, mereka terpaksa memanen kebun sawit perusahaan, tetapi tidak diindahkan oleh pihak yang bersangkutan dan aparat kepolisian. 

Berdasarkan konsep dan gagasan yang tertuang dalam buku ini, ada 150 konflik kebun kelapa sawit di empat wilayah yang ada di Indonesia, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Kalimantan Tengah. Semua kasus yang dipelajari oleh penulis dalam konflik perkebunan Kelapa Sawit ini diawali dengan melakukan assessment berupa pembacaan tentang pola-pola umum konflik, cara komunitas-komunitas dalam memprotes perusahaan sawit, kenapa mereka melakukannya dan seperti apa hasil yang didapatkan. Menurut penulis persoalan konflik Kelapa Sawit merupakan suatu permasalahan yang sangat urgent dan harus menjadi concern dalam perbincangan pemerintah.

Proses dalam menulis buku ini bukan hanya berdasarkan dari sudut pandang empat orang penulis saja, namun juga dibantu oleh sebelas orang peneliti lokal dalam mendobrak kasus-kasus konflik yang ada. Untuk memvalidasi isi dalam buku ini, ada proses pengumpulan data yang dilakukan oleh para penulis dengan mengumpulkan sebanyak 283 narasumber untuk diwawancara, kemudian juga bersumber dari artikel-artikel, koran lokal, putusan hakim, dan laporan dari pemerintah. Semua data yang ada disebut dengan case report tentang 150 kasus dan menjadi basis data yang digunakan dalam buku ini. Berdasarkan prosesnya ditemukan tiga argument pokok yang mendasari problem tersebut:

1. Konflik antar komunitas dan perusahaan sawit yang disebabkan oleh situasi kehampaan hak.

2. Mekanisme dalam memanajemen konflik yang ada tidak berjalan dengan efektif.

3. Strategi pokok masyarakat dalam membela kepentingan mereka atau disebut dengan perlawanan hak dengan cara memperkuat negosiasi, mediasi dan daya tawar terhadap pemerintah.

Menurut penulis yang menarik dalam perlawanan hak ini dilihat dari diskursus bagaimana masyarakat mengeluhkan keadaan mereka dengan cara menyampaikan norma-norma sosial dan nilai-nilai adat. Kehampaan hak menjadi buku pertama dalam menganalisis tantangan agraria di Indonesia. Buku ini berkontribusi dalam memperjuangkan kehampaan hak dan menyampaikan hal-hal yang praktis dalam memecahkan persoalan konflik. 

Tulisan ini juga menampilkan strategi yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan konflik agraria. Melihat proses yang terjadi, penulis merekomendasikan agar pemerintah menyediakan lembaga-lembaga mediasi untuk membantu dalam penanganan masyarakat terdampak, dan pemerintah harus transparan tentang izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan dengan tujuan agar publik mengetahui sumber produksi dari kehampaan hak ini. Isu HGU ini juga menyampaikan bahwa publik bisa memanfaatkan akses terhadap informasi sebagai bagian dari praktek demokratis. Penting juga kemudian selain mendapatkan informasi, ada pembahasan yang mengkaji bagaimana nilai ekonomi bertambah, dan bagaimana rezim redistribusi kesejahteraan bekerja dalam rangka HGU ini. 

Merespon dari konsep yang tertulis dalam buku tersebut, ada hal-hal yang bisa dieksplorasi lebih jauh khususnya kajian tentang sulitnya berjuang di Indonesia agar keluar dari rantai kemiskinan. Konsep “kehampaan hak” yang diusung dalam buku ini dikemas untuk melihat sudut pandang masyarakat dalam sebuah penolakan. Yang menarik dari konsep tersebut adalah memproyeksikan perasaan ketidakberdayaan masyarakat dalam mendapatkan hak-haknya. Konsep upaya masyarakat dalam proses memperjuangkan hak atas tanah mereka bukan mengacu pada aturan-aturan yang telah tertera dalam sebuah regulasi, melainkan dengan praktek kesehariannya (everyday practice). Perlu juga dibahas bahwa buku ini menawarkan transformasi kedepannya yang bisa dilihat oleh masyarakat terekslusi dari hak guna usaha tersebut, dan kemudian mereka bisa memperjuangkan sesuatu di ranah yang residual ini.

Menurut kajian tersebut memberikan pandangan kepada kita bahwa sejak dulu hingga sekarang konflik agraria tidak pernah terlepas dari kehidupan rakyat Indonesia. Konflik agraria biasa dipahami sebagai proses interasi dua belah pihak untuk memperjuangkan kepentingannya atas hak tanah, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah (Mantiri, 2013). Dalam persoalan konflik agraria yang terlibat menjadi aktor dalam kondisi ini ada beberapa elemen yaitu masyarakat setempat, swasta dan pemerintah (Astuti, 2011). Konteks agraria terkait dengan perebutan lahan pada rezim orde baru dibedakan menjadi dua bentuk konflik yaitu, pertama perlawanan antara warga dengan investor atau swasta yang menjadi titik fokus konfliknya adalah keluarnya HGU di atas tanah mereka, kedua yakni perlawanan antara warga dengan pemangku kebijakan atau pemerintah yang menjadi titik fokus konfliknya adalah pembebasan lahan terhadap tanah yang telah dikuasai oleh perusahaan (Pradhani, 2019).

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dirangkum bahwa kajian ini sangat penting untuk semua yang peduli terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia. Tujuan dari pergulatan dalam memperjuangkan kehampaan hak ini mengerucut pada perolehan materi tentang pertahanan penghidupan masyarakat. Hidup bukan hanya sekedar mempertahankan basic needs saja melainkan juga mempertimbangkan public goods yang dihasilkan pada wilayah-wilayah perkebunan sawit.  

Dengan usaha yang dapat dilakukan oleh pemerintah, perlu adanya penataan kembali terkait dengan struktur penguasaan tanah, yang dilakukan secara konsisten dan menciptakan kebijakan-kebijakan yang dapat menjamin hak atas aset dan akses pertahanan masyarakat. Untuk itu, beberapa undang-undang yang kontra produktif terhadap persoalan keadilan harus lebih dipertegas dan dikaji kembali. Termasuk dalam hal ini adalah undang-undang tentang alih fungsi lahan yang menyebabkan terjadinya konflik dalam penguasaan tanah. 

Berdasarkan apa yang telah ditulis oleh Ward Berenschot, Ahmad Dhiaulhaq, Afrizal dan Otto Hospes dalam buku Kehampaan Hak tersebut saya menyetujui adanya eksplorasi terhadap ekspansi kelapa sawit yang terjadi di beberapa Provinsi di Indonesia. Karena pembelaan terhadap masyarakat perdesaan yang terdampak dari perusahaan-perusahaan kelapa sawit memang perlu dilakukan agar dapat memberi pemahaman perspektif baru tentang karakter kewarganegaraan dan hak-hak warga negara Indoensia. Argumen-argumen yang dibangun dari skema yang ditulis membawa kita untuk membuka mata dalam memandang konflik besar yang terjadi selama bertahun-tahun. Oleh karena itu perlawanan hak yang terjadi merupakan upaya yang masih terabaikan dan belum terselesaikan oleh pemerintah hingga saat ini. 

Referensi :

Astuti, P. (2011). Kekerasan dalam konflik agraria: kegagalan negara dalam menciptakan keadilan di bidang pertanahan. Forum, 39(2), 52–60.
Mantiri, M. M. (2013). Analisis konflik agraria di pedesaan (suatu studi di Desa Lemoh Barat Kecamatan Tombariri). Governance, 5(1).
Pradhani, S. I. (2019). Diskursus teori tentang peran perempuan dalam konflik agraria. BHUMI: Jurnal Agraria Dan Pertanahan, 5(1), 69–83.