Kesehatan

Sejak Awal 2019, Tercatat 204 Kasus DBD di Meranti

MERANTI, RIAULINK.COM - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kepulauan Meranti mencatat, sepanjang tahun 2019 ada 204 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten termuda di Riau. 

Kepala Dinas Kesehatan Kepulauan Meranti Drg Ruswita melalui Sekretaris Dinas Kesehatan Meranti Asrul Meldi mengatakan jumlah terbanyak terjadi di daerah Alah Air dan Selatpanjang.

"Perbandingan jumlah kasus DBD setiap bulannya selama tahun 2019, diantaranya januari 5 kasus, februari 2 kasus, maret 2 kasus, april 6 kasus, mei 4 kasus, juni 9 kasus, juli 17 kasus, agustus 8 kasus, september 16 kasus, oktober 55 kasus, november 70 kasus, dan desember 10 kasus," ujar Asrul Meldi. 

Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit Dinkes Kepulauan Meranti Muhammad Fahri mengatakan bahwa daerah tersebut menjadi yang terbanyak karena merupakan daerah yang sudah lama menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk di Kepulauan Meranti.

"Itu adalah daerah endemis, yang dengan kata lain paling terdampak terhadap DBD," Ujar Fahri.

Secara umum dikatakan Fahri terjadi peningkatan signifikan terhadap jumlah DBD tahun ini dari tahun kemarin. "Pada tahun lalu itu 50 sekian kasus, dan saat ini memang terlihat itu meningkat drastis," ujar Fahri.

Walaupun demikian Fahri mengatakan bahwa jumlah ini belum masuk kategori Kejadian Luar Biasa (KLB). Hal ini dikatakan Fahri karena peningkatan jumlah penderita DBD masih menyebar dan tidak meningkat secara signifikan di satu lokasi.

"Jumlah tersebut masih dibawah indeks rasio, kenapa tidak dijakdikan KLB, karena tidak satu lokasi, jadi penyebarannya masih merata di Meranti," ujar Fahri.

Untuk menentukan KLB sendiri dikatakan Fahri bila terjadi peningkatan signifikan di satu lokasi. "Misalnya di satu dusun, ukurannya bila itu meningkat sekitar tiga sampai empat kali," ujar Fahri.

Fahri juga menjelaskan bahwa terjadinya peningkatan kasus dari tahun sebelumnya karena pengaruh cuaca.

"Kita saat ini masuk pada siklus tiga tahunan, dimana kemarau panjang terjadi dari April sampai September," ujar Fahri.

Dirinya mengatakan saat tidak ada air, telur nyamuk bisa bertahan hingga 6 bulan, dimana mulai bulan Oktober hingga seterusnya telur nyamuk itu mulai menetas karena mulai datang hujan.

"Pada bulan Oktober menetas telurnya karena kena air dan menetas," tutur Fahri.

Fahri mengagakan bahwa sepanjang tahun ini proses penyebaran bubuk abate dan fooging kerap dilakukan. Walaupun hal tersebut dikatakannya tidak bisa menjamin bahwa penyebaran nyamuk penyebar DBD bisa dituntaskan.

"Foging itu untuk membunuh nyamuk dewasa, itu juga tidak bisa kita pastikan apakah langsung mati," ujar Fahri.

Melalui hal ini Fahri menghimbau kepada masyarakat untuk membiasakan hidup bersih melalui pribadi dan lingkungannya. "Pastikan bahwa tempat kita bersih, lingkungan kita terbebas dari sampah dan selokan-selokan juga. Sekaligus upaya kita lakukan saya yakin ini bisa memutuskan rantai penyebaran nyamuk," pungkas Fahri. (Aldo)