Nasional

Merdeka! Jokowi & Luhut Bilang RI Tak Bisa Diatur Negara Lain

Foto: Instagram (luhut.pandjaitan)

RIAULINK.COM - Potensi dan makmurnya Indonesia membuat banyak negara lain terpukau dan tertarik untuk menjalan kerja sama ekonomi, baik investasi dan perdagangan. Namun tak sedikit, pihaknya yang melihat keterbukaan Indonesia terhadap asing sebagai ancaman.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun memastikan posisi Indonesia tak bisa dianggap enteng di kancah dunia. Indonesia tak bisa didikte oleh siapapun dan negara manapun.

"Indonesia adalah indonesia, yang tidak dapat didikte oleh siapapun, yang tidak dapat didikte oleh negara manapun, namun siap dan selalu siap berkontribusi bagi dunia," ungkap Jokowi dalam pidato di upacara Hari Lahir Pancasila, dikutip Senin (12/6/2023).

Ucapan ini sebenarnya bukan pertama kali muncul dari mulut pemerintah. Sebelumnya banyak pihak meragukan posisi Indonesia dalam pengambilan kebijakan strategis, karena terlalu dekat dengan China.

Belakangan memang Indonesia kerap disebut terlalu dekat dengan China, sehingga negara barat seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa tidak senang. Menteri Koordinasi Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membantah hal tersebut.

"Kita sebagai bangsa menunjukkan bukan negara yang diatur. Kita posisi negara yang tidak bisa diatur. Bersatu menghadapi ini," ungkapnya.

Indonesia, kata Luhut, diterima oleh semua negara. Luhut sebelumnya pernah menyatakan dengan tegas bahwa negara-negara berkembang harus bersatu. Sehingga tidak bisa didikte oleh negara-negara maju.

"Negara-negara berkembang harus satu, tak boleh negara berkembang tuh didikte. Negara berkembang itu harus menikmati nilai tambah dari critical nilai mineralnya, kita harus sepakat, regardless beda politik kita, tapi untuk satu ini saya titip," kata Luhut di Gedung DPR, Jumat (12/6/2023).

Untuk Indonesia sendiri, Luhut menyebutkan bahwa harus kompak membawa NKRI menjadi high income country sehingga pada tahun 2050 atau 2045 Indonesia bisa menjadi negara mani dengan GDP menembus US$ 10 ribu.

"Terlepas dari perbedaan, jangan lari dari sini, jangan suka atau tidak suka, kiri atau kanan yang merugikan negara," terang Luhut.