Masuk Fokus Pengawasan KPK, Pokir Anggota DPRD Rohul Tak Boleh Masuk di Tengah Tahun Anggaran
ROHUL, RIAULINK.COM - Kabupaten Rokan Hulu masuk sebagai salah satu daerah yang fokus diawasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sumber daya alam yang melimpah serta banyaknya perusahaan yang beroperasi di daerah ini menjadikan daerah ini berpotensi "menjadi lahan subur" perilaku koruptif para pemangku kepentingan khususnya pejabat.
"Dengan sumber daya alam yang melimpah serta banyaknya perusahaan yang beroperasi di daerah ini tentunya rawan terjadi tindak pidana korupsi seperti dalam hal perizinan misalnya dan juga gratifikasi memuluskan proyek atau izin tertentu," cakap Ketua Satgas Pencegahan Bidang Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK RI, Arif Nurcahyo, saat melakukan monitoring dan Evaluasi pencegahan korupsi terintegrasi, Selasa (5/10/2021) di gedung DPRD Rohul.
Menurut Arif, selain eksekutif, Lembaga legislatif juga menjadi salah satu lembaga yang sering tersandung tindak pidana korupsi. khususnya pada tahapan perencanaan penganggaran APBD.
"Dalam APBD itu kan harus ada persetujuan DPRD, di sini biasanya terjadi. Ada istilahnya uang ketok palu, makanya sejak dini kami imbau agar menghindari hal-hal semacam itu," paparnya.
Selain fenomena uang ketok palu, KPK juga menyoroti terkait Aspirasi atau Pokok-pokok Pikiran (Pokir) Anggota DPRD. Menurut Arif, aspirasi atau Pokir tidaklah dilarang namun harus tetap mengacu pada mekanisme yang diatur seperti melalui tahapan Musrembang dan di Input dalam Sistem Perencanaan terintegrasi (E-Planing)
- Keluarga Korban Lion Air JT 610 Layangkan Surat Tuntutan Terbuka, Inilah Isinya
- Palembang Jadi Tuan Rumah Konferensi Pariwisata 11 Negara
- Ahmad Dhani Dituntut 2 Tahun Penjara, Dul Jaelani Minta Keadilan Buat Ayahnya
- Waduh,,, Ratusan Napi di Lapas Banda Aceh Kabur
- Gubernur Sumbar Sisipkan Aturan LGBT dalam Perda Ketahanan Keluarga
"Harus ada transparansi boleh anggota DPRD mengajukan pokir dari aspirasi hasil reses namun ada aturan undang-udang dan ketentuan lain tidak boleh ada pengajuan di tengah tahun anggaran sehingga ini menjadi indikasi potensi terjadinya pelanggaran," ujarnya.
Selain Perencanaan dan Penganggaran, lanjut Arif, titik rawan terjadinya tindak pidana korupsi di daerah juga berpotensi terjadi pada Pelayanan terpadu satu pintu, pengadaan barang dan jasa, Manajemen ASN (jual beli jabatan), Optimalisasi Pajak Daerah, Management Aset daerah dan Tata kelola dana desa.
"Harus ada kesamaan pemahaman pencegahan korupsi dari lembaga eksekutif dan legislatif bahwa pencegahan tindak pidana korupsi ini bukan hanya tugas KPK. Harus ada transparansi serta meningkatkan kapasitas APIP daerah," pungkasnya.***
Tulis Komentar