Opini

Dampak PPKM Darurat Terhadap Biaya Produksi UMKM

Muhammad Alfandi

Sudah kurang lebih satu setengah tahun Indonesia mengalami krisis yang disebabkan oleh pandemic virus Corona ataupun Covid-19. Sudah begitu banyak tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam menanggulangi dan untuk memutus tali rantai penyebaran virus corona ini. Mulai dari Sosialiasi kepada masyarakat dalam mematuhi protocol kesehatan, pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar(PSBB), serta Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat(PPKM) darurat yang menjadi kebijakan pemerintah dalam langkah pemutusan rantai penyebaran Virus Covid-19 saat ini. 

 

Tentunya dengan pemberlakuan kebijakan PPKM ini banyak sektor yang terdampak dari kebijakan ini, mulai dari sektor ekonomi, social dan politik dan tentunya yang terkena dampak langsung adalah dari sektor perekonomian. Penurunan perekonomian yang terjadi menjadikan pemerintah melakukan berbagai cara untuk memulihkan pereknomian Indonesia, mulai dari memberikan bantuan langsung tunai (BLT), kartu prakerja, BLT dana desa, Listrik gratis, subsidi gaji karyawan, bantuan sembako dan masi banyak lagi bantuan yang diberikan oleh pemerintah untuk masyarakat Indonesia.

 

Melihat dari sektor perekonomian yang terdampak oleh kebijakan PPKM ini adalah para Unit Usaha Kecil Menengah(UMKM), begitu banyak para pedangang kecil yang merasa sangat terbatas dalam melaksanakan usaha yang mereka jalankan, semenjak diberlakukannya kebijakan PPKM yang dimulai dari awal bulan Juli, dan hingga sampai saat ini PPKM ini masi diperpanjang oleh pemerintah, yang diberlakukan di Riau khususnya Pekanbaru dan hampir seluruh daerah di Indonesia yang juga terkena dampak pemberlakuan PPKM darurat ini. Dan hal ini menyebabkan penurunan dari performa penghasilan dari usaha yang dijalankan. Hal ini juga tentunya berkaitan dengan perkembangan perekonomian Indonesia yang menjadi semakin lemah.

 

Pemberlakuan PPKM ini membuat para pelaku UMKM menjadi bimbang dikarenakan proses produksi barang dan jasa menjadi tidak stabil sehingga biaya yang dikeluarkan untuk biaya produksipun  menjadi tidak stabil juga. Walaupun perbedaan yang terjadi sebelum dan saat pemberlakuan PPKM tidak begitu besar, namun hal ini menyebabkan persediaan yang di siapkan untuk menyediakan barang dan jasa menjadikan perputarannya menjadi lebih lama, sehingga biaya produksi menjadi banyak terpendap pada bahan baku. Pelaku bisnis UMKM makanan Kebab dan minuman Milk Boba Sweet Uncle yang dijalankan oleh Novirisal mengatakan “Semenjak PPKM diberlakukan biaya produksi memang tetap sama tetapi karena penjualan yang berkurang walapun tidak begitu besar mungkin hanya 15%, tetapi hal itu membuat biaya bahan baku menjadi lebih lama perputarannya. Yang biasa untuk bahan baku 1 kg bubuk susu bisa habis dalam 2 hari tetapi saat ini bahan baku bisa habis dalam waktu 5 sampai 7 hari” ungkapnya. 

 

Berkurangnya penghasilan dari penjualan juga bukannya hanya disebabkan oleh pemberlakuan PPKM tetapi akibat dari prilaku konsumen juga berubah, karena perekonomian yang menurun sehingga konsumen juga lebih berfokus pada kebutuhan pokok yang benar-benar menjadi kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

 

Penerapan PPKM ini menjadikan setiap pelaku UMKM menjadi mau atau tidak mau harus, harus tetap berpikir keras bagaimana usaha yang dijalankan tetap bisa bertahan. Tentunya untuk membuat usaha tersebut tetap berjalan harus menyusun strategi agar dapat bertahan dengan keadaan. Misalnya seperti melakukan penjualan yang biasanya hanya melalui offline atau menggunakan stan saja, saat ini bisa dilakukan pemasaran melalui media online, karena untuk melaksanakan strategi tersebut tidak memerlukan banyak modal. Kemudian mungkin dapat dilakukan strategi menjemput bola, dimana jangan hanya menunggu saja di stand menunggu konsumen datang, dengan hal ini kita dituntut untuk menciptakan hal yang kreatif demi kemajuan bisnis yang sedang dijalankan. 

Penulis :  Muhammad Alfandi

Dosen Pengampu : Linda Hetri Suriyanti, SE., M.Ak., Ak., CA

(Mahasiswa Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Muhammadiyah Riau)