Budaya

Napak Tilas Keluarga Besar Laena ke Tanah Bone, 70 Tahun 'Dipisahkan' Sejarah

Oleh : IR HM IDRIS LAENA, MH

(Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI & Ketua Badan Penganggaran MPR RI)

BAGI sebagian masyarakat, datang dan pergi ke Tanah Bone, Makasar, barangkali sesuatu yang biasa, tapi tidak bagi kami sekeluarga. Perjalanan kami ini adalah perjalanan bersejarah karena mengenang perjalanan orangtua kami yang mengungsi akibat Peristiwa DI/TII di Makasar 70 tahun yang lalu.

Pada saat itu dengan menggunakan perahu layar berpenumpang 35 orang, orangtua kami terdampar di suatu desa yang sangat terpencil bernama Pulau Kijang, Kecamatan Reteh, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.

Menelusuri perjalanan orangtua kami, rasanya mustahil jika ingin mengikuti secara utuh. Bayangkan mereka berangkat dari Pelabuhan Bajoe di Tanah Bone bersama penumpang yang lain, dan harus berada di dalam perahu layar yang bobotnya kecil selama tiga bulan perjalanan.

Karena itu,Ketika kami memutuskan untuk melakukan Napak Tilas, maka cukup bagi kami sekeluarga besar, memulai perjalanan dari Jakarta, Transit di Surabaya dan menuju Makassar.

Tanggal 23 November 2020, bersama 35 orang anggota keluarga besar dengan mrnggunakan Kapal PELNI KM Nggapulu, kami bertolak dari Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menuju Surabaya. Dan yang menarik Direktur Utama PT PELNI, Insan Purwarisya L Tobing berkenan melepas keberangkatan kami sekeluarga.

Sejujurnya, perjalanan menggunakan kapal laut, sempat membuat kami bimbang. Karena bagi keluarga, menempuh perjalanan selama empat hari tiga malam sudah pasti sangat membosankan.
Namun kami keliru, karena ternyata di dalam KM Nggapulu, terasa sangat istimewa ketika Nakhoda Kapal, Kapten Labani mengajak kami tour melihat operasional kapal.

Mulai dari cara kerja di anjungan kapal, ruang kontrol, ruang komunikasi bahkan ruang mesin dan dapur serta fasilitas lainnya. Dan yang paling istimewa kami dilibatkan dalam simulasi peragaan penyelamatan penumpang dalam keadaan darurat.

Demikian juga perjalanan dari Surabaya menuju Makasar, Nakhoda Kapal Kapten Nursyamsi banyak bercerita tentang pengalaman beliau selama menjadi nakhoda, dan cerita itu melengkapi perjalanan panjang hingga kami tiba Makassar.

Senja mulai turun, dan lembayung sutra di ufuk timur mulai bercahaya ketika kapal kami bersandar di Pelabuhan Anging Mamiri, Makasar. Dengan diiring Lagu Sulawesi Parasangantra, Alhamdulillah Tanggal 29 November 2020, untuk pertama kalinya kami sekeluarga menginjakkan kaki di Tanah Ugi, Makassar menggunakan kapal laut.

Dua hari di Kota Makassar, tentu tidak kami sia-siakan.nKarenanya kami gunakan waktu untuk bertemu dengan keluarga,bkerabat dan Slsahabat yang ternyata juga ingin ikut menyertai perjalanan dari Makasar menuju Tanah Bone.

Profesor Dr Ir Fadel Muhamad, yang sedang melakukan Kunjungan Kerja ke Makassar, sebagai Wakil Ketua MPR RI, berkenan melepas rombongan dari Hotel Rinra dan memberikan wejangan serta berpendapat, bahwa kegiatan ini memang sederhana tapi penting sebagai wujud nyata dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tidak disangka rombongan yang menyertai kami menuju Tanah Bone, bertambah sehingga tidak kurang dari 50 orang anggota keluarga yang menetap di Jakarta, Jambi bahkan dari Kota Makassar ikut berpartisipasi. Dengan diiringi Lagu Indologo yang pernah populer pada tahun 70-an, kami berangkat ke Tanah Bone.

Satu hal yang menarik, bahwa ketika kami akan berangkat dari Jakarta, orangtua kami memberikan daftar nama keluarga yang harus dikunjungi. Dan ternyata tidak mungkin bisa kami wujudkan, karena tidak kurang dari 30 keluarga.

Karena itu kami putuskan untuk mengundang keluarga untuk mengikuti acara silaturrahim yang kami selenggarakan di Hotel Novena Kota Bone, hotel dimana kami tinggal selama di Tanah Bone.

Suatu yang sangat istimewa, ketika Bupati Bone Bp Dr H Andi Fashar Padjalangi, beserta jajaran Pemda Bone, mengundang dan menjamu kami di rumah jabatan Slsekaligus mengajak untuk melihat dan menyaksikan Kebesaran Bone di Musium Arung Palakka.

Meskipun kami sempat berkunjung ke beberapa rumah kerabat yang ada di Cellu, Berebbo serta Bone dan sekitarnya, tapi puncak acara ketika kami dengan tetap menerapkan Protokol Kesehatan Covid-19 mengundang keluarga besar untuk bersilaturahmi serta sekaligus melaksanakan kegiatan Sosialisasi 4 Pilar MPR untuk saling memahami betapa pentingnya memahami nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam kegiatan yang dihadiri Bupati Kabupaten Bone Dr H Andi Fashar Padjalangi Msi, serta Wakil Bupati Drs H Ambodalle Msi, terlihat betapa antusiasnya keluarga menyambut kami. Pertemuan yang penuh haru setelah terpisah oleh sejarah selama 70 tahun. Karena itu, tidak salah jika Bupati Bone mengajak seluruh hadirin untuk terus menjaga persatuan.

Sangat mengharukan, ketika pada acara itu, Ayahanda Haji Lamek Thaher Daeng Manambung, sempat melakukan Video Call dan menyapa semua keluarga dan kerabat yang hadir.

Saya patut berbangga, karena pada acara silaturrahmi itu, Bupati Bone juga secara spontan memberi gelar kepada istri Saya Hj Lily Idris Laena dengan nama Paddaengeng Daeng Tamayang, neskipun istri saya dari campuran Suku Melayu Deli, Sunda, dan Minang. Inilah Nusantara-Inilah Indonesia.

Waktu terus berjalan, tapi sejarah tetaplah sejarah yang tidak bisa diulang. Namun tetap harus dikenang dan tidak untuk dilupakan.
Untuk itu, kepada kakak dan adik-adikku: Keluarga H Arief Laena SE, keluarga Drs H Jamil Laena, keluarga H Tafsir Laena SE, keluarga H Azhar Laena SE, keluarga Hasyim Laena SH, serta anak-anakku Tania Laena Putri, BSc MBA, Astrid Laena Putri SH,MH., Haikal Laena Putra dan Aurelie Laena Putri serta seluruh kerabat dan sahabat baik yang ikut dalam perjalanan maupun yang tidak ikut, Saya ingin mengajak untuk selalu ingat tanah leluhur, tanah dimana sejarah kita dimulai.

Selamat Tinggal TANAH BONE, kami akan selalu merindukan Keramahanmu. Salamakki to pada Salama'. UDDANI BALI UDDANI