Internasional

Imigran Muslim Dijadikan Kambing Hitam dalam Penembakan Selandia Baru

Polisi saat menjaga kawasan penembakan mesjid Christchurch, Selandia Baru. (Foto: Mark Baker)

RIAULINK.COM - Penembakan brutal di dua masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru, Jumat (15/3) menewaskan puluhan orang. Senator sayap kanan Selandia Baru, Fraser Anning, menyalahkan kaum imigran Muslim yang berdatangan ke negaranya.

"Penyebab pertumpahan darah di Christchurch ini adalah program imigrasi yang memungkinkan kaum fanatik Muslim untuk bermigrasi ke Selandia Baru," ujar Anning dalam sebuah pernyataan tertulis, mengutip Washington Post.

Ucapan itu muncul seturut melimpahnya aksi terorisme yang dilancarkan oleh kaum Muslim di sejumlah negara dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. 

"Mereka yang menjadi korban hari ini (dalam insiden penembakan masjid di Christchurch), adalah mereka yang biasa menjadi pelaku (aksi teror)," kata Anning.


Meski tak diungkapkan secara eksplisit, tapi komentar Anning menyiratkan bahwa insiden yang terjadi hari ini adalah dampak dari tindakan kaum Muslim di beberapa tempat lain.

Kendati demikian, Anning tetap mengaku menentang segala bentuk kekerasan. Dia turut mengutuk insiden tersebut.

Komentar Anning direspons oleh Perdana Menteri Australia Scott Morrison. Dia mengutuk komentar Anning dan menganggap pandangan tersebut tak memiliki tempat di Australia.

"Selandia Baru, seperti Australia, adalah rumah bagi orang-orang dari semua agama, budaya, dan latar belakang. Sama sekali tidak ada tempat di kedua negara ini untuk kebencian dan intoleransi. Kami mengutuk aksi kekerasan ini," tulis Morrison dalam cuitan dalam akun Twitter-nya.

Manifesto Sayap Kanan Sang Penembak

Pelaku penembakan di dua masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru, merilis dokumen manifesto yang menjelaskan motif di balik keputusannya untuk melancarkan serangan teror.

Mengutip AFP, manifesto berjudul "The Great Replacement" setebal 74 halaman itu mengulangi teori konspirasi sayap kanan populer tentang bagaimana orang kulit putih Eropa secara sengaja digantikan oleh imigran non-kulit putih.

Manifesto itu menggemakan buku karya penulis Prancis, Renaud Camus, yang mempopulerkan gagasan 'white genocide'.


Manifesto itu juga mengambil inspirasi dari para ekstremis sayap kanan lainnya, termasuk pembunuhan rasial di Norwegia yang merenggut 77 nyawa pada 2011. Pembunuhan itu dilakukan oleh Anders Behrinh Breivik yang termotivasi oleh kebenciannya terhadap multikulturalisme.

Dalam manifestonya, pria yang diketahui bernama Brendon Tarrant itu juga mencatat nama Oswald Mosley, seorang pemimpin fasis ternama di Inggris pada 1930-an. Tarrant juga merupakan seorang pendukung Presiden AS Donald Trump yang digambarkannya sebagai simbol kulit putih di zaman kiwari.

Tarrant merencanakan serangan tersebut selama dua tahun dan memilih Christchurch sebagai lokasi penyerangan pada tiga bulan lalu.