Internasional

Atletnya Dilarang Berlomba, Israel Tuduh Mahathir Anti-Yahudi

Ilustrasi penduduk Israel.

RIAULINK.com - Israel langsung buka suara soal keputusan pemerintah Malaysia yang melarang keikutsertaan warga negaranya dalam gelaran apapun yang digelar di Negeri Jiran. Mereka lantas menuduh Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad sebagai pribadi yang anti-Yahudi.

Pernyataan itu diutarakan Israel setelah Malaysia melarang atlet mereka berpartisipasi dalam setiap turnamen dunia yang diadakan Negeri Jiran.

Larangan itu diterapkan setelah sebelumnya Malaysia memutuskan tidak mengizinkan atlet renang Israel mengikuti kejuaraan renang dunia bagi penyandang difabel pada Juli 2018 lalu.

Melalui pernyataan, juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Emmanuel Nahshon mengatakan mengutuk larangan Malaysia tersebut.

Nahshon menuturkan Israel mendesak Komite Paralimppik Internasional (IPC) untuk mengubah lokasi olimpiade jika tak bisa membujuk Malaysia mencabut larangan terhadap para atletnya.

"(Larangan) ini memalukan dan benar-benar bersimpangan dengan semangat Olimpiade," kata Nahshon melalui pernyataan tertulisnya, Jumat (18/1).

"Israel mengutuk keputusan (Malaysia) yang tak diragukan lagi terinspirasi oleh fanatisme anti-semitisme PM Malaysia Mahathir Mohamad," lanjut Nahshon.

Dikutip Reuters, selama ini, banyak pihak menduga Mahathir sebagai penganut anti-semitisme atau sikap permusuhan terhadap bangsa Yahudi.

Dalam sebuah wawancara dengan BBC pada Oktober lalu, pemimpin Malaysia berusia 93 tahun itu menganggap orang Yahudi "berhidung kait" dan menyalahkan mereka terkait konflik di Timur Tengah.

Menteri Luar Negeri Saifuddin Abdullah mengatakan larangan partisipasi bagi atlet Israel itu telah disepakati kabinet Malaysia pada pekan lalu.

Sama seperti Indonesia, Malaysia telah lama tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel sebagai bentuk solidaritas bagi kemerdekaan Palestina dan solusi dua negara.

Saifuddin mengatakan Malaysia akan terus mengambil posisi yang kuat mengenai nasib rakyat Palestina. Kuala Lumpur menganggap apa yang dialami bangsa Palestina merupakan krisis kemanusiaan.

"Kami melihat masalah Palestina tidak hanya dari sudut pandang agama, ini adalah masalah kemanusiaan, hak asasi manusia," katanya.

"Dan langkah Malaysia ini adalah tentang memperjuangkan orang-orang yang tertindas," ujar Saifuddin.