Internasional

Kim Jong-un Ancam Trump Jika Gedung Putih tidak Cabut Sanksi Terhadap Korut

RIAULINK.com - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengancam akan mengubah pendekatannya kepada Amerika Serikat jika Gedung Putih masih terus mempertahankan sanksi terhadap Korut.

"Jika AS gagal menepati janjinya kepada dunia... dan tetap tidak mengubah sanksi dan tekanan terhadap Korut. Kami mungkin terpaksa untuk menjajaki jalur baru untuk mempertahankan kedaulatan dan kepentingan tertinggi negara kami," ujar Kim dalam pidato Tahun Baru, Selasa (1/1).

Selama setahun terakhir, hubungan AS-Korut mengalami peningkatan pesat. Kim bertemu dengan Presiden AS Donal Trump di Singapura Juni lalu, dan keduanya meneken komitmen dasar untuk denuklirisasi di Semenanjung Korea. 

Meski begitu, progres negosiasi lanjutan terhambat karena kedua negara belum mencapai kata sepakat.

Dalam pidatonya, Kim menyatakan siap bertemu dengan Trump kapan pun agar menghasilkan sesuatu yang disambut oleh dunia.

Korut menginginkan pencabutan sanksi AS atas aktivitas senjata nuklir dan program rudal balistiknya. 

Kendati demikian, hingga akini, AS tetap memberlakukan sanksi hingga Korut benar-benar melakukan denuklirisasi.

Mantan Wakil Menteri Unifikasi Korea Selatan Kim Hyung-Seok menilai pidato Kim menandakan pemimpin Korut tersebut frustasi terhadap lambannya negosiasi kedua negara. 

Menurutnya, Kim Jong-un memiliki ekspektasi AS akan mengambil langkah tertentu setelah Korut menghancurkan lokasi uji nuklirnya. Sayangnya, harapan Kim tidak ada yang terwujud.

"Dia (Kim Joung Un) menghadapi tugas penting untuk meningkatkan ekonomi sosialisnya yang tidak mungkin tercapai tanpa pencabutan sanksi," ujar Kim Jyung-Seok.

Tahun Baru ini, Kim Jong-un menyatakan tidak akan lagi memproduksi, melakukan uji coba, menggunakan atau menyebarluaskan senjata nuklirnya. 

Hal itu berlawanan dengan pidatonya pada 1 Januari 2018 lalu ketika ia memerintahkan untuk memproduksi besar-besaran hulu ledak nuklir dan rudal balistik. 

Di saat bersamaan, putra Kim Jong-il ini juga meminta AS melakukan langkah balasan.

Tahun yang lebih akrab dengan Korsel

Pidato Tahun Baru merupakan salah satu momentum penting dalam kalender politik Korut. Dalam pidato tersebut, Kim mengevaluasi kejadian yang telah berlalu dan menyampaikan target ke depan.

Pidato 2018 lalu menjadi titik penting karena dibacakan setelah tensi kedua negara memanas usai Korut mencapai kemajuan pesat pada senjatanya, melakukan uji coba nuklir keenam yang merupakan uji coba terkuat sejauh ini, serta meluncurkan roket yang bisa mencapai daratan AS.

Tak hanya itu, kedua pemimpin negara juga saling mencela satu sama lain. Trump menyebut Kim sebagai 'Manusia Roket Kecil' dan Kim membalasnya dengan menyebut Trump sebagai 'orang yang sakit jiwa'.

Pada pidato tahun lalu, Kim mengancam 'tombol nuklir selalu berada di meja kerja saya'. Tetapi, Kim juga menawarkan untuk mengirim tim olah raga pada Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan pada Februari 2018.

Kehadiran Tim Korut pada Olimpiade tersebut membuka pintu Presiden Korsel Moon Jae In untuk menjadi pendamai kedua negara. Korsel merupakan sekutu AS, dan AS menempatkan lebih dari 28 ribu tentaranya di Korsel.

Kim bertemu Moon tiga kali pada tahun lalu dan berjanji akan lebih sering bertemu dengan Moon tahun ini.

Tahun ini, sebagian besar isi pidato Kim fokus pada perbaikan ekonomi Korut. Ia menyatakan upaya perbaikan kehidupan warganya menjadi prioritas utama dan mengatasi masalah kekurangan energi menjadi tugas yang mendesak.

Korsel sendiri memberikan reaksi positif terhadap Pidato Kim tahun ini yang disampaikan setelah kedua negara mencapai sejumlah inisiatif rekonsiliasi pada beberapa bulan terakhir.

Inisiatif itu mencakup proyek untuk meningkatkan infrastruktur kereta api Korut dengan menghubungkan kembali dengan Korsel.

"Kami menyambut penegasan kembali Kim .. untuk menyelesaikan denuklirisasi dan menciptakan perdamaian abadi di Semenajung Korea termasuk memperbaiki hubungan Utara-Selatan," ujar Kementerian Unifikasi Korsel dalam pernyataannya.