Fahri sebut BIN bekerja untuk presiden sehingga tak selayaknya mengumumkan sesuatu
RIAULINK.COM - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik Badan Intelijen Negara (BIN) yang mengungkapkan adanya 50 penceramah yang disinyalir menyebarkan paham radikalisme. Fahri meminta BIN tidak melakukan pekerjaan langsung kepada publik.
Sebab, menurutnya, BIN bekerja dengan presiden sebagai pengguna tunggal (single user) sehingga tidak perlu mengumumkan pekerjaannya ke publik. "Saya mohon BIN tidak melakukan pekerjaan publik karena BIN itu kan single user jadi dia jangan menggunakan kegiatan melarang, kegiatan mengumumkan sesuatu," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/11).
Menurut Fahri, jika BIN mengetahui sesuatu maka presidenlah yang harus diberitahukan. Selanjutnya, eksekusi tindakan dari temuan itu dilakukan oleh lembaga lain di luar BIN.
"Lebih banyak harus hanya berbisik pada telinga satu orang yaitu telinga presiden, sksekusi itu jangan dilakukan oleh BIN, eksekusi mesti dilakukan lembaga lain seperti Kementerian Hukum HAM, kalau terkait organisasi atau yang lain-lain," kata Fahri.
Ia justru menilai pengumuman BIN terkait informasi tertentu juatru menurunkan reputasi BIN. Karenanya, ia berharap BIN lebih bijak dalam mengerjakan tugas keintelijenan.
- Sikapi Amien Rais, PP Muhammadiyah Tegaskan Tak Bisa Ditekan
- Kubu Jokowi Bela Ketua Muhammadiyah dari 'Ancaman' Amien Rais
- Kubu Jokowi: Prabowo Juga Enggak Tahu kalau Ditanya Grasi
- Amien Rais Minta PP Muhammadiyah Bersikap Pada Pilpres 2019
- Jokowi Ingin Tabok Penyebar Hoax, Ferry Mursyidan: Jangan Dramatisasi
"Begini itu membuat reputasi BIN itu turun jadi BIN harus dijaga sebagai indera negara melalui presiden dalam rangka menjaga melingungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia," ujar Fahri.
Sebelumnya, Juru Bicara Badan Intelijen Nasional (BIN), Wawan Hari Prabowo, mengatakan pihaknya sudah melakukan pendalaman terhadap temuan 41 masjid yang terpapar paham radikalisme. Berdasarkan penelusuran oleh BIN, ada 50 orang penceramah yang menyampaikan materi ceramah terindikasi mengandung unsur radikalisme.
Wawan menjelaskan, survei yang menemukan 41 masjid terpapar paham radikalisme dilakukan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat Nahdatul Ulama (P3M NU). Survei ini menyasar kegiatan khutbah yang disampaikan oleh penceramah.
"Kemudian kami sudah mendalami temuan ini. Yang jelas ada ceramah seperti itu, dan kami lakukan pendekatan pada penceramahnya," ujar Wawan kepada wartawan di Pancoran, Jakarta Selatan, Ahad (20/11).
Tulis Komentar