Pilpres 2019

Sandi Tuding Utang BUMN Meroket karena Politik Jokowi

Sandiaga Salahudin Uno

RIAULINK.com - Calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno menilai jumlah utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terus meroket dari tahun ke tahun terjadi karena kepentingan politik. Niat Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin kembali maju ke Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2019 dituding menjadi biang masalah tersebut.

Dalam kepentingan politiknya, Jokowi dianggap berusaha menarik suara rakyat dengan membangun infrastruktur yang masif dan memberikan subsidi energi. Namun, hal itu justru membuat beban penugasan kepada BUMN menjadi terlalu tinggi.

Walhasil, utang BUMN pun meningkat untuk menutup kebutuhan modal dan biaya penugasan itu. Berdasarkan data Kementerian BUMN, jumlah utang para perusahaan pelat merah mencapai Rp5.271 triliun per September 2018. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya sebesar Rp4.830 triliun.

"Presiden sendiri sudah mengaku bahwa ini mengejar target politik dan ini sudah diungkapkan secara jujur oleh Presiden. Kami hargai itu," ujar Sandi di kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan, Rabu (12/12/2018).

Bagi Sandi, calon petahana seharusnya tidak menggunakan BUMN untuk kepentingan politiknya. Sebab, menurutnya, BUMN sejatinya milik negara, bukan penguasa atau politisi. Dengan begitu, tata kelola perusahaan milik negara seharusnya dilakukan dengan memegang pedoman best practice, good corporate governance, dan profesional.

"Buat kami, ini harus dipisahkan dari politik. BUMN seharusnya punya tata kelola yang baik dan profesional, karena politisi itu sebenarnya come and go. Tapi integritas BUMN itu seharusnya stay di BUMN," ucapnya.

Lebih lanjut, Sandi juga menyoroti cara pemerintah era Jokowi dalam menunjuk para direksi BUMN. Menurutnya, pemerintah terlalu mudah mengganti para pucuk pimpinan.

Selain itu, pergantian seharusnya dilakukan dengan ketat hingga ada tahap uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku mitra pemerintah.

Hal ini untuk memastikan bahwa para jajaran direksi memiliki kompetensi yang mumpuni untuk menjalankan perusahaan pelat merah. Tujuannya, agar peran BUMN sebagai benteng perekonomian benar-benar berjalan, yaitu turut berkontribusi pada ekonomi, menyumbang kesejahteraan bagi masyarakat, hingga menciptakan lapangan kerja.

Di sisi lain, kepentingan politik Jokowi yang membuat utang BUMN meningkat turut memberikan kekhawatiran karena tumpukan utang itu tidak ditanggung oleh masing-masing perusahaan saja. Namun, juga akan ditanggung oleh pemerintah sebagai pemberi jaminan.

"Utang BUMN kalau disatukan dengan utang pemerintah dan sektor publik, angkanya sudah di atas 60 persen dari PDB. Ini menjadi kekhawatiran kami," pungkasnya.

Jika memenangkan Pilpres 2019, Sandiaga Uno menyatakan tak akan seenaknya memberikan penugasan kepada BUMN dan bakal lebih selektif. Pasalnya, dia tak mau menambah beban dan membuat kinerja perusahaan pelat merah menjadi buruk.

"Insyaallah kalau Prabowo-Sandi dapat amanah dari Allah, kami akan jaga BUMN karena BUMN ini bukan alatnya Prabowo-Sandi. BUMN ini untuk memastikan bahwa Indonesia bisa adil dan makmur," ungkapnya.

Penugasan, katanya, hanya diberikan bila kemampuan perusahaan milik negara benar-benar mumpuni. Meski demikian, dia mengaku rencana membangun infrastruktur tetap perlu dilakukan.

"Tentunya (penugasan) ada, tapi kami realistis. Kami akan berikan penugasan kalau secara keuangan, neraca, operasional baik," ucapnya.

Nantinya, seleksi penugasan juga dilakukan berdasarkan prioritas proyek infrastruktur. Ia mencontohkan pembangunan infrastruktur akan difokuskan di daerah-daerah yang paling membutuhkan lebih dulu. Dengan begitu, tidak perlu memaksa untuk membangun banyak proyek secara bersamaan.

"Kami fokuskan ke infrastruktur yang langsung bersentuhan dengan rakyat, misalnya waduk, irigasi, jaringan air di Brebes misalnya. Keluhan ini banyak di daerah," katanya.

Lebih lanjut, proyek infrastruktur yang tidak prioritas, namun tetap dibutuhkan akan dikerjakan dengan menggandeng pihak swasta melalui skema kerja sama yang menguntungkan. Tujuannya, agar pihak swasta tertarik dan tidak memberi beban ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Kalau bisa dikerjakan private (swasta) ya kami serahkan kepada mereka, sehingga keuangan negara, ruang fiskal itu bisa kami arahkan ke infrastruktur yang bersentuhan dengan rakyat saja," ujarnya.