Pendidikan

Polemik Sistem Zonasi Dirasa Tak Adil Bagi Ortu dan Siswa

Keterangan Fhoto : Ilustrasi foto polemik orang tua mengenai sistem zonasi

DUMAI, RIAULIMK.COM - Sejak diberlakukannya Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI nomor 51 tahun 2018 tentang pendaftaran penerimaan peserta didik baru (PPDB), bahwa tahun ajaran 2019/2020 menggunakan sistem zonasi.

Tujuan zonasi sendiri disampaikan Mendikbud RI, Muhadjir Effendy, di kantor Kemnedikbud, Selasa, 15 Januari 2019 lalu di situs resmi Kemendikbud RI, salah satunya untuk pemerataan kualitas pendidikan di seluruh tanah air.

Pasalnya banyak sekolah yang terdapat di daerah-daerah yang belum memiliki sekolah berkualitas.

Menurutnya sistem zonasi akan menjadi cetak biru yang digunakan oleh Kemendikbud dalam upaya untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di pendidikan, khususnya di sektor pendidikan formal dan nonformal.

"Tentunya untuk mencari formula penyelesaiannya,"ungkap dia.

Salah satu adanya perubahan sistem yang diterapkan oleh pemerintah pusat, dengan menghilangkan sekolah 'favorit' dan mengutamakan calon siswa tempatan.

Kuota 90 persen dari daya tampung yang sebelumnya sesuai dengan Permendikbud 51/2018 direvisi dengan adanya Permendikbud nomor 20 tahun 2019 sebagai perubahan.

Melalui edaran ini, diharapkan kepala daerah dapat melakukan penyesuaian  ketentuan PPDB sesuai dengan perubahan dalam surat edaran tersebut.

Namun ternyata jalur zonasi memiliki polemik di kalangan orang tua siswa yang ingin mendaftarkan anaknya di sekolah yang menerapkan sistem zonasi di Kota Dumai, yakni SMA Negeri 1, SMA Negeri 2 dan Binaan Khusus Dumai.

Banyak orang tua mengeluhkan aturan tersebut. Keluhan mereka pun banyak dituangkan melalui postingan di akun media sosial mereka. 

Seperti yang ditulis oleh Amat Dumai di akun Facebooknya, "Apakah Jalur Zonasi melukai calon siswa siswi yang tidak berada dititik titik Radius Sekolah...??
Apa solusi..??
80% Jalur Zonasi,"tulisnya sedikit kesal.

Hal ini dibenarkan Kepala SMAN 1 Dumai, Edi Prayitno. Kepada media ini ia  mengatakan, sesuai surat edaran  Permendikbud sebesar 80 persen, beberapa waktu lalu di ruang kerjanya.

"PPDB ini diketahui dengan menggunakan aplikasi Google Map, sehingga ketahuan jarak tempuh antara domisili calon siswa dan sekolah,"tuturnya singkat.

Sementara di lain kesempatan, para orang tua merasa sebaliknya, aturan tersebut dirasakan tidak adil, pasalnya calon siswa yang mendaftar banyak dinyatakan tidak lulus ke sekolah negeri yang sudah ditetapkan sebagai jalur zonasi.

Seperti yang dituturkan Sahat Damanik selaku Ketua PPDB SMA Negeri 2 Dumai kepada riaulink.com, Jumat (12/7/2019) di kediamannya.

Sebagai orang tua yang memiliki anak berprestasi di sekolah terdahulu dinyatakan sulit untuk diterima di sekolah favorit Kota Dumai itu.

Menurutnya, jika anaknya tak diterima terpaksa harus mengenyam pendidikan di sekolah swasta.

"Sementara sekolah swasta membutuhkan banyak biaya, kami hanya orang kecil, untuk memasukkan anak si dekolah swasta mang terasa berat,"ujarnya berkeluh kesah.

Ia menilai, Pemerintah Kota Dumai dinilai seolah-olah 'menghukum' calon siswa  yang tidak memiliki lokasi dan jarak terdekat dari sekolah.

Karena secara geografis, sekolah yang terletak di Jalan Putri Tujuh, Kecamatan Dumai Timur itu tepatnya dekat dengan populasi penduduk malah tak bisa menyekolahkan anaknya ke sekolah itu.

 "Apalagi SMAN 2, sekolah yang paling dekat dengan pusat kota. Memang benar jadi idola bagi masyarakat Dumai, sehingga jumlah pendaftarnya terus menigkat. Makanya saya tampungnya pun tak memadai, wajar orang tua banyak yang kecewa,"timpalnya lagi.
 
Alhasil, pihak sekolah pun sepakat untuk menambah jumlah siswa dan kelas.

"Yang semula 360 siswa sebanyak 10 kelas, kini jadi 11 kelas dengan jumlah keseluruhannya 396 siswa,"tukasnya.

Laporan : Khallila Dafri