Pemprov Riau Belum Ambil Andil Kelola Dua Ladang Minyak
RIAULINK.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau masih belum mengambil andil pengelolaan terhadap dua ladang minyak di wilayah setempat yang saat ini tengah di lelang. Kedua ladang minyak itu Blok Kampar dan Blok Selatpanjang.
Sejak tahun 2018, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM terus membuka proses lelang terhadap kedua blok minyak yang kontrak pengelolaanya akan berakhir pada tahun 2021 tersebut, namun hingga kini masih belum ada perusahaan yang memastikan niatan untuk mengeksploitasi sumber energi itu.
Tawaran nilai kontrak yang terlalu besar, diduga menjadi hambatan perusahaan untuk mengambil alih pengelolaan blok-blok tersebut. Apalagi potensi produksinya diduga masih jauh di bawah dari Blok Rokan yang saat ini masih dikelola oleh PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) sampai tahun 2021 mendatang.
Kepala Dinas ESDM Provinsi Riau Indra Agus Lukman seperti dilansir dari cakaplah.com menyampaikan, peluang untung atau rugi dalam bisnis minyak dan gas (Migas) sulit untuk diprediksi.
Hal itu menurutnya, karena kebutuhan dana operasional yang besar dengan resiko kerugian tinggi, sehingga membuat pihak swasta harus benar-benar matang dalam segala perencanaan sebelum mengambil keputusan.
- Sejumlah Pedagang di Inhil Teriak, Harga Kelapa Tak Kunjung Stabil, Rp 600 per kg di Petani
- Harga TBS Sawit Kian 'Mencekik', Warga Siak Menjerit
- Tuntaskan Masalah Perkelapaan di Inhil, H. Dani : Sudah Dianggarkan Rp32,7 Miliar
- Dolar AS Menguat di Tengah Kekhawatiran Pelambatan Ekonomi Zona Euro
- Pengusaha Muda Berbagi Kisah Lewat 'Saudagar Talks'
"Ini bisnis Migas, pengusaha belum tahu pasti seberapa besar potensi Migas yang ada di ladang minyak tersebut, baik di Blok West Kampar dan Selat Panjang," katanya, Sabtu (5/1/2018).
Sementara, sebut Indra, kesepakatan kontrak pihak swasta yang bersedia mengelola ladang minyak itu sudah ditentukan berapa besaran hasil yang harus disetorkan ke negara.
Dalam pengelolaan dua blok tersebut, lanjut Indra, Pemprov Riau menahan diri bukan berarti tidak berminat untuk mendorong Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sektor Migas untuk mengambil peran dalam pengelolaan kedua blok migas tersebut.
"Dengan sumber daya manusia, teknologi dan peralatan kita yang belum memadai, tentu ini menjadi kekhawatiran kita yang bisa menyulitkan perusahaan. Sebab pengelolaan ladang minyak membutuhkan biaya tinggi," paparnya.
Meskipun, Indra menambahkan, dalam aturannya, setiap kali lelang dibuka tapi gagal, pemerintah akan menurunkan beban hasil yang disetor ke negara.
"Artinya semakin sering dilelang semakin besar potensi beban hasil yang disetorkan ke pemerintah pusat akan turun. Nah nanti kalau sudah dapat angka yang pas, baru kami akan masuk ikut terlibat mengelola dua ladang minyak itu," tukasnya.
Tulis Komentar