Metropolis

Riau Pesisir, Antara Pencitraan, Media dan Ego

BEBERAPA waktu belakangan ini, sejumlah tokoh, khususnya yang berasal dari kepulauan, telah melontarkan pemikirannya terkait pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) yang bernama Riau Pesisir. Pernyataan - pernyataan tersebut dikemas dalam bentuk dukungan maupun dengan maksud menahan. Tentu kesemua ulasan itu berlandaskan sejumlah analisa dan fakta yang terjadi hari ini dilapangan. 

Kubu yang mendukung, melihat dari duduknya orang - orang pesisir sebagai pemangku kepentingan di tingkat provinsi. Gubernur, Wakil Gunernur, Ketua DPRD Provinsi, dan mungkin akan bertambah dengan Sekretaris Daerah, semuanya representasi pesisir. Momentum ini menguatkan posisi tawar, dan dianggap memudahkan keinginan tersebut.

Bagian yang menahan (bahasa lain dari menolak), berangkat dengan dasar pemikiran bahwa sumberdaya yang dimiliki oleh pesisir tidak semewah dulu, akan sangat sulit kedepannya menghidupi provinsi baru jika tidak dengan kajian yang matang. 

Tentu kedua analisa tersebut bisa dibenarkan, dan mungkin saja diperdebatkan. Namun, keduanya berangkat dari sebuah kenyataan yang terjadi kekinian. Kenyataan yang harus membuat kita mencerna dengan matang, dan akhirnya menentukan, di barisan mana kita akan menunjukkan keberpihakan. 

**

Jika melihat sejarah, tidak sedikit daerah yang sudah dimekarkan menjadi DOB di wilayah Riau. Provinsi Kepulauan Riau, adalah salah satu keberhasilan pemekaran yang terjadi beberapa waktu lalu. Dan hari ini, Kepri dan wilayah kabupaten/ kotanya telah berubah menjadi negeri yang maju dan progresif dalam pembangunan. 

Begitu juga dengan beberapa kabupaten/ kota yang berasal dari pemekaran Bengkalis. Siak, Dumai, Rokan Hilir, dan terakhir kabupaten Kepulauan Meranti, telah menjelma menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan yang relatif baik, dan tentu saja mampu menghidupi pemerintahannya. 

Urusan pemerintahan menjadi lebih dekat ke masyarakat. Warga Siak tidak harus ke Bengkalis lagi untuk urusan administrasi. Itu juga yang dirasakan oleh masyarakat yang berada di negeri tanah jantan, Kepulauan Meranti. Mereka tidak harus menghabiskan banyak uang untuk berurusan dengan pemerintah kabupatennya. Sederhana.

Artinya, pemekaran itu membawa dampak yang sangat signifikan buat kepentingan masyarakat banyak. Birokrasi yang selama ini harus melewati pulau ke pulau, bisa diringkas dengan pemekaran. Biaya yang dikeluarkan untuk mengurus segala sesuatunya di pusat pemerintahan, terkikis dengan pembentukan daerah otonom baru.

*** 

Jika menilik dari sumberdaya yang akan dikelola dan menjadi pendapatan yang sah bagi pemerintah nantinya, masih sangat melimpah dan berpotensi untuk dikembangkan. Namun, beredar informasi bahwa sumber energi yang selama ini menjadi pondasi keuangan daerah, tidak sebesar dulu? Apakah dengan berkurangnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh sejumlah kabupaten/ kota akan membuat pembentukan provinsi di pesisir pulau Sumatera ini menjadi tidak tepat dan kehilangan momentum? 

Eksplorasi minyak yang telah dimulai sejak lama di blok Rokan, kabarnya hanya menyisakan antah dan akan habis dalam jangka waktu tertentu. Tentu hal ini menjadi pelemah ditengah menggebunya keinginan pengelolaan hasil tanah ini oleh anak negeri sendiri. Namun sumber hasil bumi negeri ini tidak hanya berakar dari sana saja. 

Informasi yang beredar, sejumlah penelitian telah dilakukan dan menunjukkan bahwa di pulau Bengkalis dan sekitarnya telah ditemukan sejumlah cadangan minyak yang berpotensi untuk menjadi sumber kekayaan baru untuk negeri ini. Hal ini tentu perlu kajian yang lebih mendalam lagi. Tapi, negeri ini bukan hanya kaya akan minyak. Sumberdaya manusia adalah kekuatan utama untuk mengembangkan suatu daerah, jika keinginan tersebut memang benar adanya. Belum lagi potensi selat melaka yang kaya dengan perairannya, dan lain sebagainya. 

Gambaran tersebut hanya dilihat dari sudut kabupaten Bengkalis saja, belum termasuk empat kabupaten kota yang akan menjadi bagian dari provinsi Riau Pesisir itu sendiri. 

Dengan demikian, apakah mungkin pemekaran itu hanya akan menimbulkan masalah permasalahan kemiskinan di kemudian hari jika melihat potensi kekayaan alam yang di proyeksikan diatas? 

Sebagai ilustrasi, Sumatera Barat, dengan minimnya hasil bumi, mampu menjadi sebuah provinsi yang kuat dan mengakar. Sumatera Utara, yang hanya bergantung pada perkebunan dan pendapatan lainnya, menjadi provinsi yang tumbuh dan berkembang dengan pesatnya. 

Jadi, asumsi yang mengatakan bahwa potensi pendapatan dari beragam sektor yang berada di wilayah pesisir tidak akan mampu menghidupi daerah otonom baru, sangat lemah dan terbantahkan. Tidak ada yang tidak mungkin jika keinginan itu bertujuan mensejahterakan masyarakat pesisir lebih nyata. Itu poin utamanya.

Yang menjadi penting dalam rangkaian perbedaan pendapat itu adalah, keseriusan sejumlah kalangan untuk mewujudkan harapan besar itu. Jika memang keinginan tersebut ingin di realisasikan, masyarakat tinggal meminta komitmen kepada sejumlah kandidat kepala daerah yang akan maju dan bertarung pada pilkada tahun depan. Ada 9 kabupaten yang akan melaksanakan helat pemilihan kepala daerah. Apakah sama frekuensinya dalam memandang pembentukan Riau Pesisir? Ataukah mereka punya gagasan lain melihat ini semua? Atau malah menjadi bagian penolak pembentukannya? Nah, masyarakatlah yang perlu melakukan pendalaman lagi nantinya. 

Terkadang, hanya untuk sebuah pencitraan, para pemangku kepentingan dengan mudah memberikan harapan yang muluk kepada masyarakat. Dan para politisi yang menganggap ini sebagai isu hangat, tidak ketinggalan memainkan peran dengan bumbu - bumbu yang tak kalah gurihnya. Padahal, jika mereka serius saja mewujudkan hajat tersebut, bukan tidak mungkin para politisi dan pemangku kepentingan mendapatkan "mainan" baru yang akan digarapnya.

Jadi, jika ini hanya framing media belaka, berhentilah memberikan harapan palsu kepada masyarakat. Namun, jika harapan tersebut ingin dikibarkan sebagai keinginan bersama, mari memulai dengan membahasnya secara komprehensif, merunut poin demi poin, menyusunnya menjadi sebuah proposal yang akan dimasukkan dalam program legislasi di DPR untuk dibahas dan disahkan. Anggota DPR RI Dapil Riau 1, harus menjadi corong dan memperjuangkannya di pusat. Begitu juga dengan anggota DPD yang berasal dari Riau, harus aktif menyuarakan pembentukan daerah otonom baru ini. 

Satu hal yang selalu menjadi penghambat sebagian hajat besar yang tak pernah terealisasi dengan baik adalah munculnya ego dari para pihak yang terlibat. Semakin banyak tokoh yang terlibat, semakin besar pula ego yang akan berkembang liar disana. Untuk itu, jangan mengedepankan ego masing - masing dalam penyusunan dan diskusi nantinya. Kedepankan dulu pemekarannya, ego dan keras kepalanya, simpan aja dalam kocek celana. Kan begitu, hehehe. 

Sukma Irawan Auzar | Tenaga Ahli Fraksi PAN DPRD Bengkalis