Hukrim

Pleidoi, Sofyan Basir Minta Dibebaskan dari Tuntutan KPK

Mantan Dirut PLN Sofyan Basir

RIAULINK.COM - Mantan Direktur Utama PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero, Sofyan Basir meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi membebaskannya dari seluruh tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Hal itu dikatakan Sofyan dalam pleidoi atau tanggapan atas tuntutan jaksa.

Menurutnya, Jaksa KPK tidak bisa membuktikan seluruh tuntutan yang berdasarkan pada dua dakwaan, yakni Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 ke-2 KUHP serta Pasal 11 juncto Pasal 15 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Mohon kiranya berkenan dapat membebaskan saya dari seluruh tuntutan Penuntut Umum sebagaimana tertuang dalam Surat Tuntutan Nomor: 114/TUT. 01.06/24/2019 tanggal 7 Oktober 2019," kata Sofyan saat membacakan pleidoi di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin (21/10).

Lebih dari itu, Sofyan merespons dakwaan Jaksa KPK yang menyebutkan bahwa tindakannya tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Menurutnya, pernyataan tersebut sangat menyakitkan dan sulit untuk diterima.

Dia menilai, pernyataan itu juga menunjukkan bahwa KPK tidak mampu memahami perkembangan finansial di PT PLN yang dalam empat tahun terakhir terjadi efisiensi penggunaan anggaran luar biasa sehingga mengurangi subsidi negara ke PT PLN sebesar Rp50 triliun.

"Dapat dibayangkan betapa besar upaya yang telah kami lakukan untuk masyarakat dan negara sehubungan penggunaan keuangan negara," katanya.

Sofyan pun menyebut bahwa pernyataan KPK itu justru memunculkan pertanyaan terkait dugaan keberadaan oknum yang ingin menghilangkan efisiensi-efisiensi penggunaan keuangan negara yang sedang dibangun.

"Kami malah bertanya kepada KPK, apakah ada oknum yang saling bekerja sama, yakni oknum pengusaha yang notabene rekanan PT PLN dengan oknum internal KPK?" tanya Sofyan.

"Selain itu sehubungan dukungan penuh kami untuk program pemberantasan korupsi, PT PLN (Persero) di periode kepemimpinan saya bersama dengan Direksi lainnya." ucap dia.

Dia juga menyampaikan bahwa selama menjabat sebagai Direktur Utama PT PLN telah berusaha membangun dan menanamkan prinsip zero tolerant korupsi serta perbuatan tercela lainnya kepada seluruh jajaran PT. PLN.

Menurutnya, dalam rangka mewujudkan prinsip zero tolerant terhadap korupsi tersebut maka pelaksanaan proyek IPP PLTU MT termasuk PLTU MT RIAU-1, PT. PLN meminta bekerja sama dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK untuk mengawal dan mengawasi pelaksanaan proyek IPP PLTU MT.

Selain itu, Sofyan melanjutkan, pihaknya juga telah membangun whistle blower system pengaduan yang langsung kepada Direktur Utama dengan tiga nomor telepon dengan bidang kerja masing-masing di bawah Satuan Pengawas Internal (SPI).

"Pengaduan harus di-follow up (tiga hari) di seluruh Indonesia. Selain itu kami merekrut auditor atau pengawas dari dulunya 150 orang sekarang menjadi 1.200 orang dalam tiga tahun," ucap Sofyan.

Diketahui, Sofyan dituntut lima tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dari KPK, Senin (7/10) lalu terkait kasus suap korupsi proyek PLTU Riau-1.

"[Meminta hakim agar] menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp200 juta subsider" ujar Jaksa KPK Ronald Worotikan saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Senin (7/10).

Jaksa dalam pertimbangan tuntutannya menyatakan bahwa yang memberatkan Sofyan di antaranya, Sofyan tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Sedangkan hal yang meringankan di antaranya, Sofyan bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, dan tidak ikut menikmati hasil tindak pidana suap yang dibantunya.