Hukrim

Korban Mafia Tanah Minta Pelaku Dihukum Berat

Terdakwa Surianti Tan didampingi juru bicaranya saat mengikuti sidang keterangan saksi yg berlangsung secara daring.

MERANTI, RIAULINK.COM - Kasus mafia tanah di Kabupaten Kepulauan Meranti yang dilaporkan Lili Tandjung ( 72) ke Polda Riau beberapa waktu lalu terus bergulir. Bahkan, kasus tersebut telah beberapa kali masuk proses persidangan secara daring dengan meminta keterangan saksi, termasuk terdakwa Surianti Tan alias Atie (71) dan tiga terdakwa lainnya yang masih meringkuk di Lapas Selatpanjang sambil menunggu petusan pengadilan. 

"Terdakwa Surianti Tan sebenanrya sepupu saya. Ayah saya dan ayah dia adik beradik. Dia hanya muda setahun di bawah saya. Sebelum kasus ini dilaporkan, sebenarnya kami sudah berupaya menyelesaikannya secara kekeluargaan. Tapi upaya tersebut menemui jalan buntu. Kami hanya ingin kasi pelajaran saja agar dia sadar dan mau bertobat. Sebenarnya tidak tega juga lihat dia yang sudah setua itu hidup di penjara, tapi dia maunya begitu mungkin enak tinggal di penjara, ya kita lihat saja," ucap Lili kepada wartawan, Selasa (24/1/2023).

Berdasarkan keterangan Lili, adik sepupunya itu diproses secara hukum karena menjual sebidang tanah seluas 27,5 hektar di Desa Lemang, Kecamatan Rangsang Pesisir, Kabupaten Kepulauan Meranti. Tanah perkebunan sagu tersebut adalah milik mamanya, Lim Ing Po (94) yang dititipkan pengelolaannya dengan keluarga di Selatpanjang. Terdakwa bisa menjualnya dengan cara membuat surat pernyataan palsu. 

"Surat tanah atas nama mama saya Lim Ing Po. Mereka membuat rekayasa seolah mama saya adalah ibu kandung mereka yang sudah mendiang dan mereka mendapatkan warisan. Sementara mama saya sampai saat ini masih hidup dan sehat. Mama saya sangat sedih dan tidak bisa terima dengan perbuatan Surianti, " ucap Lili. 

Kemarahan Lili Tandjung makin memuncak. Ternyata, selain pemalsuan surat tanah di Desa Lemang, adik sepupunya itu juga ingin mengambil seluruh aset milik orangtuanya yang ada di Meranti. 

Dulu, mereka sekeluarga memang menetap di Selatpanjang. Kemudian sekitar Tahun 1965, mereka pindah ke Jakarta. Untuk mempermudah administrasi pertanahan, ayah Lili (Tan Kai Tjeng) pernah menitipkan sertifikat dan dokumen surat tanah asli kepada abang kandungnya, Tan Kai Huat (ayah terdakwa). Penitipan juga disertai dengan tanda bukti penyimpanan surat yang dibuat di notaris Tahun 1970.

Cerita menjadi lain ketika ayah mereka telah tiada. Semua surat kemudian disimpan terdakwa Surianti. Setelah mendapat informasi aset-aset orangtuanya dijual, Lili kemudian menemui Surianti Tan yang telah menetap di Kota Batam, Kepri untuk meminta seluruh surat-surat aset secara baik-baik. Tapi terdakwa Surianti malah mengaku bahwa surat-surat sudah hilang dan tidak ditemukan. 

Kabohongan adik sepupunya itu baru terungkap setelah dilaporkan ke Polda Riau. Hasil pengecekan penyidik, ternyata semua surat tanah bersertifikat atas nama Tan Kai Tjeng telah berpindah nama menjadi Surianti Tan dengan cara memalsukan dokumen. Bahkan sekarang, surat tanah juga telah pindah nama dari Surianti ke Herman atau Edy Tanjung.

"Totalnya ada 10 aset lebih yang dititipkan. Sekarang semuanya telah dibuat dokumen palsu atas nama Surianti Tan. Saya hanya berharap dia jujur dan mengaku saja. Jangan berpura-pura sedih di depan hakim,, karena di persidangan bukti lebih penting daripada pintar bicara," ucap Lili.

Lili juga sadar jika mereka masih saudara, tapi langkah hukum terpaksa harus dilakukan demi menyelamatkan harta orangtuanya. Jika tidak demikian, maka selamanya harta tersebut akan hilang akibat ulah terdakwa. 

"Kami hanya ingin kasih pelajaran. Kalau gak dia sendiri merasa sangat berkuasa. Mereka sering pura-pura minta damai dan selalu mencari perhatian seolah-olah kelihatan sangat kasihan, mengaku tidak pandai bahasa Indonesia dalam persidangan, tidak paham hukum, ngaku dirinya bodoh dan sudah tua. Itu hanya pura-pura saja. Terdakwa Surianti Tan itu paham hukum, pandai membuat dokumen palsu dan kini banyak yang kena tipu. Apa yang mereka tanam, itulah yang mereka tuai. Saya berharap Surianti dalam perkara 694/Pid.B/2022/PN Bks divonis penjara seberat-beratnya oleh majelis hakim" pungkas Lili.

Lili juga menegaskan bahwa langkah hukum yang ia lakukan hanyalah untuk menyelamatkan harta peninggalan ayahnya. Jika terdakwa mau mengembalikan semua aset yang dititipkan, maka tidak akan sampai pada proses hukum. Tapi apa yang hendak dikata, semuanya telah terjadi. Dan, upaya untuk menyelamatkan aset-aset milik ayahnya tidak hanya sampai di situ saja, karena masih ada tujuh aset lagi yang diduga telah digelapkan terdakwa. 

"Saya hanya berharap dia jujur dan mengaku saja.  Perjuangan kami tidak hanya sampai di sini, masih ada tujuh kasus penggelapan aset milik ayah saya yang bisa dituduhkan kepada terdakwa setelah kasus yang pertama ini selesai. Sebelum satu per satu kasus tersebut kami munculkan, saya harap terdakwa mengaku saja kesalahannya," beber Lili. 

Sementara itu, terdakwa Surianti yang ditemui di Lapas Selatpanjang belum lama ini tidak bisa diwawancara, karena mengaku tidak mahir berbahasa Indonesia. Anehnya, sesekali ia malah berbahasa Indonesia dengan keluarga dan kerabat yang menjenguk. Bahkan, dalam persidangan yang berlangsung secara daring, dia juga harus didampingi seorang keluarga sebagai juru bahasa. Hal itu juga diakui Kuasa Hukumnya, Febri Yunanda S.H. 

"Sulit bang kalau mau wawancara, karena dia harus pakai juru bicara. Saya saja bingung kadang, tapi kalau abang mau coba aja. Yang jelas kalau saya bekerja sesuai tupoksi dan kuasa, kita lihatlah biar pengadilan yang memutuskan," ucap Febri Yunanda.