Hukrim

Kades di Inhil Dituntut 7 Tahun Penjara

Ilustrasi.net

PEKANBARU, RIAULINK.COM - Kepala Desa (Kades) Pelanduk, Kecamatan Mandah, Indragiri Hilir (Inhil), Nuardi, dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman 7 tahun penjara.

Eks ajudan Gubernur Riau periode 2003-2008 dan 2008-2013 Rusli Zainal itu terbukti melakukan korupsi dana APBDes sebesar Rp861 juta.

Tuntutan dibacakan JPU Ade Maulana di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (27/6/2022). Terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 2  jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Menyatakan terdakwa Nuardi terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 7 tahun, dikurangi masa tahanan sementara yang telah dijalankan," ujar JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Effendi.

Selain penjara, JPU juga menuntut Nuardi membayar denda Rp300 juta. Dengan ketentuan bila tidak dibayarkan dapat diganti hukuman kurungan selama 6 bulan.

Tidak hanya itu, JPU menuntut terdakwa agar dihukum membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp655 juta. Apabila UP ini tidak dibayarkan, maka dapat diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.

Atas tuntutan JPU itu, Nuardi  melalui penasehat hukumnya akan mengajukan pembelaan (pledoi) pada sidang berikutnya. Hakim kemudian menunda sidang hingga Senin (4/7/2022) mendatang.

Untuk diketahui, dugaan korupsi ini terjadi saat Nuardi menjadi Kades Desa Pelanduk Kecamatan Mandah, Inhil periode tahun 2017 hingga 2021. Saat itu terdakwa sekaligus selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Perbuatan korupsi yang dilakukannya terjadi pada rentang waktu Mei hingga Desember 2020 bersama Noryani selaku Kaur Keuangan dan Hamsar selaku Sekretaris Desa Pelanduk.

Mereka secara bersama-sama dan turut serta melakukan pencairan atau penarikan Dana Pendapatan dan Penerimaan Pembiayaan di Rekening Kas Desa pada tahun anggaran 2020 di Bank Riau Kepri Cabang Tembilahan menggunakan Cek Tunai sebesar Rp1.925.000.000.

Uang tersebut dibagi bersama kepada terdakwa sejumlah Rp832.150.000, Hamsar Rp174 juta, dan sisanya di tangan Noryani Rp918.850.000. Mereka tidak  membayarkan seluruh kegiatan yang telah direncanakan dalam APBDes TA 2020.

Sebagian anggaan digunakan untuk kepentingan pribadi, dengan rincian terdakwa Nuardi sejumlah Rp655.375.000, Hamsar sejumlah Rp29.129.000, dan Noryani sejumlah Rp110.275.000.