Internasional

1,6 Juta Anak Bangladesh Terdampak Banjir

Warga berupaya melintasi banjir menggunakan perahu di wilayah Sylhet, Bangladesh, Senin (20/6/2022). | AP Photo/Mahmud Hossain Opu

RIAULINK.COM - Badan Perserikata Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurusi anak-anak, UNICEF, mengatakan sebanyak 1,6 juta anak Bangladesh terdampak banjir bandang di timur laut negara tersebut. Mereka termasuk di antara 4 juta warga yang terdampak dan kini sangat membutuhkan bantuan.

UNICEF mengungkapkan, mereka berada di lapangan untuk melindungi anak-anak, memberi air darurat, dan mendistribusikan pasokan medis. Badan PBB ini sedang mencari dana sebesar 2,5 juta dolar AS untuk respons darurat Bangladesh.

"Anak-anak membutuhkan air minum yang aman saat ini. Mencegah penyakit mematikan yang ditularkan melalui air adalah salah satu dari beberapa perhatian kritis," kata perwakilan UNICEF untuk Bangladesh, Sheldon Yett, Senin (20/6), dikutip laman the Straits Times.

Dia mengatakan, UNICEF telah mengirimkan 400 ribu tablet penjernih air yang dapat mendukung 80 ribu rumah tangga dengan air bersih selama sepekan. UNICEF mengungkapkan, mereka sedang bekerja untuk mendukung Pemerintah Bangladesh menyediakan jutaan tablet pemurniaan air, ribuan jeriken air, dan ribuan peralatan kebersihan.

UNICEF pun menyediakan pasokan medis darurat untuk fasilitas kesehatan distrik di Bangladesh. Menurut UNICEF, di wilayah timur laut Sylhet, 90 persen fasilitas kesehatan terendam.

Kasus penyakit yang ditularkan lewat air juga terus meningkat. Lebih dari 36 ribu anak-anak telah berlindung di tempat penampungan sementara yang berjubel.

UNICEF mengungkapkan, sejauh ini setidaknya delapan anak telah dilaporkan meninggal akibat bencana banjir di Bangladesh. Total, puluhan orang meninggal di tengah banjir ini.

"Hati kami untuk anak-anak yang kehilangan nyawa. Anak-anak adalah yang paling rentan dalam situasi putus asa ini. UNICEF bekerja sepanjang waktu dengan pihak berwenang dan mitra kami untuk memenuhi kebutuhan mendesak anak-anak," kata Sheldon Yett.

Salah satu tempat yang paling parah adalah Desa Sylhet yang berlokasi dekat perbatasan dengan India. Banjir kali ini terhitung yang terburuk dalam lebih dari satu abad.

Warga desa mendayung rakit buatan untuk menjemput perahu yang membawa bantuan seperti pangan dan air bersih. Sementara di sebuah tempat penampungan bantuan, air sudah menggenang hingga separuh tinggi dinding.

Desa yang terletak di dataran rendah di sepanjang Sungai Surma ini memang rawan banjir. Namun hujan deras kali ini membuat seorang warga, Mehedi Hasan Parvez, terkejut. Ia mengaku belum pernah menyaksikan banjir separah ini.

"Bahkan pada beberapa kasus, air sudah mencapai lantai dua," kata pengusaha ini. Ia duduk di perahu kecil sambil menanti giliran untuk menerima paket bantuan berupa beras, makanan kaleng, dan kebutuhan pokok lainnya.

"Sejumlah orang hidup tanpa air bersih di rumah mereka," ujar Parvez. "Mereka tidak memiliki makanan sama sekali dan tidak bisa menjangkau pasar untuk berbelanja kebutuhan mereka."

Hujan musiman monsoon di Asia Selatan biasanya terjadi antara Juni dan Oktober. Namun, tahun ini hujan deras dirasakan India dan Bangladesh sejak Marey. Akibatnya, Bangladesh menderita banjir sejak April.

Para ahli mengingatkan soal meningkatnya suhu global akibat perubahan iklim. Menurut mereka, perubahan iklim membuat hujan musiman menjadi tidak teratur. Salah satu gejalanya, hujan yang seharusnya jatuh pada satu musim, justru turun sekaligus dalam rentang waktu yang lebih pendek.

Di sebuah penampungan, seorang warga desa berbagi sebuah kamar dengan lebih dari lima orang lain dan dua ekor sapi. Ia mengaku tidak punya pilihan lain.

"Rumah saya dihantam air banjir," katanya, yang mengaku bernama Jainabunnesa. (Reuters/Associated Press)