Hukrim

Kasus Mark Up RSUD Meranti Terbongkar

MERANTI, RIAULINK.COM - Dugaan Mark Up kegiatan belanja makan minum pasien dan dokter spesialis yang terjadi selama bertahun-tahun di RSUD Kabupaten Kepulauan Meranti, akhirnya terbongkar. Tidak hanya masuk dalam proses penanganan (audit) pihak inspektorat yang hanya menangani temuan dari tahun 2020-2021, skandal keuangan ini bahkan masuk tahap penyelidikan Tim Tipikor Reserse Kriminal Polres Kepulauan Meranti yang melihat lebih mendalam antara rentang tahun 2014 -2019.

Terbongkarnya dugaan korupsi ini setelah lnspektorat Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti melakukan audit dengan tujuan tertentu pada (8/6/2021). Namun, audit hanya dilakukan untuk periode tahun anggaran 2020 sampai April 2021. Selain memeriksa belanja makan minum pasien dan dokter spesialis, pemeriksaan juga mengarah pada uang jaga perawatan. 

Hal itu juga dibenarkan oleh Inspektur melalui Kepala Sub Bagian Analisis dan Evaluasi Inspektorat Daerah Meranti yang sebelumnya sempat berbicara lantang di salah satu media online, Rabu (7/11/21). Dia mengatakan bahwa ada temuan dengan nilai lebih kurang tujuh ratus juta di RSUD Kepulauan Meranti.

Berdasarkan data yang berhasil dirangkum di lapangan, tahun 2020, pagu anggaran belanja makan minum pasien senilai Rp2.241.000.000, realisasi sebesar Rp 2.240.940.000 atau 99,95 persen. Kemudian belanja makan minum dokter spesialis Rp 403.200 000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp 381.150.000 atau 94,5 persen. Begitu juga dengan belanja kegiatan uang jaga perawat senilai Rp1.682 430 026 dengan realisasi anggaran sebesar Rp 1.519.320.000 atau 90,30 persen.

Sementara pada Tahun 2021, anggaran belanja makan minum pasien senilai Rp 1.485.000.000 dengan realisasi anggaran sampai dengan April 2021 sebesar Rp 876.060 000 atau 58,9 persen. Belanja makan minum dokter spesialis senilai Rp 360.360 000 dengan realisasi sebesar Rp 95.410.000 atau 26,5 persen. Dan, belanja kegiatan jasa insentif bagi pegawai Non ASN (uang jaga) senilai Rp1.790.400.000 dengan realisasi anggaran sampai dengan bulan April 2021 sebesar Rp 495.340.000 atau 27,70 persen. 

Jika mengacu pada hasil pemeriksaan dokumen pertanggungjawaban keuangan RSUD, kegiatan belanja makan minum pasien dan dokter spesialis tahun 2020 dan tahun 2021, pembayaran diserahkan pada pihak ketiga yaitu CV PBS tahun 2020 dan CV PCA tahun 2021. Prosesnya melalui pesanan kepada penyedia yang dibuat oleh RSUD sesuai porsi makan yang didapat dari bagian gizi dapur RSUD Kabupaten Kepulauan Meranti. Sistem pembayarannya pun melalui ganti uang (GU).

Proses pertanggungjawaban kegiatan menggunakan sistem swakelola. Dalam pengadaannya pun memakai pihak ketiga sebagai penyedia. Pada tahun 2020, penyedia yang bekerja sama adalah CV PBS. Tahun berikutnya (2021), kontrak kerja sama beralih ke CV PCA. Dalam aturan, kegiatan dilakukan sesuai surat pesanan PPTK kepada pihak penyedia berdasarkan porsi makanan dari dapur RSUD. 

Harga penawaran ditetapkan sebesar Rp75.000 untuk makan minum pasien per hari dan Rp70.000 untuk makan minum dokter spesialis. Pelaksanaan di lapangan ternyata berbeda. Semua belanja kegiatan makan minum tersebut (2020 s.d April 2021) sepenuhnya dibelanjakan dan disajikan oleh pihak RSUD dengan menggunakan fasilitas dapur oleh tenaga honorer dan tidak menggunakan pihak ketiga sebagaimana dokumen yang telah di-SPJ-kan. Dalam kerja sama, ternyata pihak ketiga hanya diberi fee tiga persen dari setiap kali pencairan GU belanja makan minum. 

Dalam kasus ini, pihak RSUD diduga tidak melakukan perhitungan HPS (harga perkiraan sendiri) dengan kewajaran harga dalam proses penentuan harga porsi makan minum pasien dan dokter spesialis yang ditawarkan pihak RSUD kepada penyedia. Harga per porsi hanya mengikuti harga yang tertera dalam dokumen DPA Tahun Anggaran 2020 dan tahun anggaran 2021 dan Standar Biaya Umum (SBU) pada belanja tidak langsung di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2020 dan 2021. 

Kapolres Kepulauan Meranti AKBP Andi Yul Lapawesean Tendri Guling SIK MH yang dikonfirmasi melalui Kasat Reskrim AKP Prihadi Tri Saputra MH yang dikonfirmasi tentang penanganan kasus tersebut, Ahad (21/11/2021), mengaku bahwa saat ini masih dalam tahap pengumpulan bukti-bukti dan belum ada pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Pihaknya bahkan sudah melayangkan surat ke RSUD untuk meminta bukti-bukti SPJ dan dokumen penting lainnya. 

"Setelah semua data terkumpul, barulah akan kita lakukan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi terkait persoalan itu. Jadi, saat ini sifatnya masih koordinasi," ucap Prihadi sambil mohon pamit karena harus pindah ke tempat tugas yang baru sebagai Kabag Ops Polres Rokan Hulu. Untuk tindak lanjut kasus tersebut dia juga menyarankan untuk terus berkoordinasi dengan Kasat Reskrim yang baru.

Kembalikan Uang Negara

Pola kerja pihak RSUD membuat petugas Inspektorat sulit mendapatkan bukti rill atas belanja bahan makan minum yang telah keluarkan. Sebab, menurut hitungan bendahara pengeluaran, SPJ-nya dengan menggunakan porsi dari pihak ketiga, sehingga dokumen yang dimaksud tidak tersimpan. Tim audit harus melakukan langkah dan prosedur survei perhitungan kewajaran pasar dengan membandingkan harga porsi yang disajikan oleh RSUD Kepulauan Meranti terhadap realisasi keuangan belanja makan minum pasien dan makan minum dokter spesialis. 

Analisa survei kewajaran harga pun dilakukan terhadap beberapa sumber di Kota Selatpanjang yang dinilai sama dengan porsi atau bahan yang dibelanjakan oleh RSUD. Atas dasar informasi tersebut akhirnya ditemukan indikasi kemahalan harga atas harga satuan porsi belanja makan minum pasien dan makan minum dokter spesialis tahun 2020 sampai dengan April 2021 senilai Rp 780.073.987. 

Tidak hanya Pengguna Angaran (PA), Pejabat Penatalaksana Keuangan (PPK SKPD), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Bendahara Pengeluaran RSUD Kabupaten Kepulauan Meranti juga diwajibkan menyetor kembali ke rekening Kas Daerah atas kerugian yang ditimbulkan. Perhitungannya tetap berdasarkan kemahalan harga atas belanja yang telah dikeluarkan, tahun 2020 senilai Rp 490.343.800 dan tahun 2021 senilai Rp 237.321.400. Kewajiban mengembalikan uang negara juga dibebankan pihak ketiga yang harus menyetorkan kembali fee tiga persen yang sudah diterima. Kedua rekanan tersebut dinilai menerima keuntungan tanpa melaksanakan pekerjaan. 

Selain kegiatan makan dan minum, RSUD Kepulauan Meranti juga terindikasi melakukan kelebihan pembayaran uang jaga sebesar Rp 15.220.000. Pada tahun 2020, RSUD Kepulauan Meranti mengalokasikan anggaran untuk belanja kegiatan uang jaga senilai Rp 1.682.430.026 dengan realisasi anggaran sebesar Rp 1.519.320.000 atau 90.30 persen. Sementara tahun 2021 senilai Rp 1.790.400.000 dengan realisasi anggaran sampai dengan April 2021 sebesar Rp 1.495 340 000 atau 27,70 persen. 

Jika ditotalkan, maka temuan dugaan Mark Up dan kelebihan bayar yang terjadi selama dua tahun mencapai Rp 795.293.987. Angka tersebut sesuai dengan rincian tahun 2020 sebesar Rp 525.863.596 dan tahun 2021 sebesar Rp 269.430.391. 

Berdasarkan NHP tersebut juga terlihat jelas adanya dugaan kelalaian dan niat tidak baik yang dilakukan oleh bendahara. Akibatnya, kini semua pejabat dan staf RSUD yang terkait ikut mempertanggungjawabkannya. Mereka terpaksa harus mengembalikan kerugian kepada majelis Tuntutan Perbendaharan dan Tuntutan Ganti Rugi (TPTGR) yang diketuai oleh Sekretaris Daerah, Dr H Kamsol. Mereka pun ikut dilibatkan dalam mediasi yang dilakukan oleh Inspektorat dan sepakat untuk mengembalikan kerugian. Hal itu pun harus dilakukan karena rasa prihatin. Jika tidak dikembalikan, maka anggaran makan minum pasien tidak bisa dicairkan, sementara itu sifat urgensinya pasien harus mendapatkan pelayanan makan dan minum.

Direktur RSUD Kepulauan Meranti, dr H Suhadi ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa ada beberapa pejabat dan staf RSUD yang melakukan pengembalian kerugian negara. Hal itu tercantum di dalam Laporan Hasil Pemeriksan (LHP). 

"Mereka sudah diperiksa Inspektorat ada temuan dan mengarahkan mereka untuk mengembalikan uang negara. Namun, tetap ada batas waktunya. Ada 60 hari atau 2 tahun dan itu tercantum dalam LHP, namun untuk jumlah saya kurang tahu berapa, mungkin sudah 50 persen," kata Suhadi, Senin (23/11/2021).

Disinggung mengenai dugaan Mark Up terhadap belanja makan minum pasien dan dokter spesialis rentang tahun 2014-2019 di RSUD Kabupaten Kepulauan Meranti, Suhadi mengatakan pihaknya memang telah diminta berkas oleh penyidik Polres Kepulauan Meranti. "Kita hanya diminta memberikan berkas yang mereka minta, karena diduga temuan yang dilaporkan masyarakat. Bahkan, saat ini masih dalam proses pengumpulan berkas oleh pihak Polres Kepulauan Meranti," ujar dr Suhadi.

Mantan Direktur RSUD Kepulauan Meranti Tahun 2020, dr R.H Riasari belum berhasil dihubungi terkait kasus ini. Ada informasi bahwa yang bersangkutan sedang sakit. Sehingga, belum diketahui apa pembelaan mereka karena harus menerima resiko mengembalikan uang negara. Termasuk beberapa orang pejabat terkait yang bertanggung jawab dalam kegiatan tersebut. Ada yang tidak mau berkomentar sedikit pun dan ada pula yang merasa tidak perlu menanggapi meski telah diberi hak bicara, karena merasa persoalan itu sudah masuk diranah inspektorat. 

Sementara itu, staf PUPRPKP Fajar Triasmoko MT, yang juga mantan Plt. Direktur RSUD Kepulauan Meranti ketika dimintai keterangan terkait masalah tersebut tidak membantahnya. Termasuk pertanyaan mengenai tanggung jawabnya karena harus mengganti kerugian negara yang ditemukan inspektorat. Menurut Fajar, ketika dipercaya menjabat sebagai Plt Direktur RSUD, dirinya selalu berusaha membuat perubahan. Tidak hanya perubahan dari segi keindahan rumah sakit dan kenyamanan pasien, perombakan juga dilakukan dari segi pelayanan dan ketertiban keuangan. 

Fajar mengaku, terkuaknya kasus tersebut bermula dari rapat rutinitas. Ketika rapat sedang berlangsung, tiba-tiba petugas bagian dapur datang menjumpai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Yenni Wijaya SKM yang bertanggungjawab atas pembiayaan makan minum di rumah sakit untuk meminta uang belanja bahan makanan. Oleh PPTK, kemudian dihadapkan ke Plt. Direktur. Kenyataan itu jelas membuat Plt. Direktur terkejut. Apalagi setelah mendengar keluhan PPTK jika dirinya sering dihadapkan dengan masalah keuangan belanja kebutuhan dapur oleh bagian gizi. Sedangkan keuangan ditangani langsung oleh bendahara RSUD yang dijabat oleh Tengku Zulaikha. Dalam prosesnya, PPTK hanya menandatanganinya saja.

"Sebenarnya waktu itu kami rapat bukan membahas tentangg makan minum. Tapi kerena persoalan itu dihadapkan ke saya tentunya saya terkejut, karena uangnya sudah dianggarkan. Tapi saat itu tetap dikasi 5 juta ke bagian dapur. Dan, sejak itulah saya minta mulai besoknya tidak perlu belanja lagi. Kenapa harus repot-repot, bukankan sudah ada pihak ketiga," ucapnya Fajar.

Setelah melihat satu per satu persoalan muncul, lalu kondisi itu mulai dibenahi. Dapur yang sejak puluhan tahun dalam kondisi sangat memperihatinkan mulai direnovasi. Selain itu, belanja bahan makanan untuk dapur kemudian dikelola dengan baik dengan melibatkan pihak ketiga.

"Waktu itu saya masih tetap ragu dengan biaya yang telah dikeluarkan. Kemudian dilakukan audit internal. Setelah itu barulah kita meminta kepada Inspektorat Daerah untuk melakukan audit. Akhirnya, Inspektorat melakukan audit untuk anggaran tahun 2020, tapi saya menolak dan meminta untuk melakukan audit yang sama terhadap tahun 2021, sehingga disepakati audit tahun 2020 dan 2021," tambah Fajar. (Rls/Aldo)