Nasional

Ketua MUI: Silakan Rapatkan Shaf Sholat, Tapi Pakai Masker

RIAULINK.COM - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mempersilakan umat Muslim yang berada di wilayah PPKM level 1 atau zona hijau untuk merapatkan kembali shaf saat melaksanakan sholat berjamaah di masjid. Namun dengan catatan, masker tetap digunakan.

"Saya memberikan saran, bahwa mereka yang berada di tempat yang save, zona hijau atau PPKM level 1, silakan rapatkan shafnya, tetapi tetap sholatnya pakai masker," kata dia seperti dilansir dari laman Republika.co.id Rabu (29/9/2021).

Kiai Cholil menjelaskan, pembolehan tersebut berdasarkan fatwa MUI nomor 14 tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah Covid-19. Fatwa ini telah dikeluarkan MUI pada 16 Maret tahun lalu, di masa awal pandemi Covid-19.

Fatwa itu menyebutkan, dalam kondisi penyebaran Covid-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat dan boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak seperti jamaah sholat lima waktu atau rawatib, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19.

"Fatwa menjelaskan bahwa ketika dalam kondisi sudah aman, sholat Jumat seperti biasanya. Kemudian ketika tidak memungkinkan, ya direnggangkan (shafnya)," jelas dia.

Selain berdasarkan fatwa MUI, Kiai Cholil memberikan saran tersebut setelah memperoleh informasi dari ahli bahwa orang yang menggunakan masker itu 85 persen bisa menghindari penularan Covid-19. Apalagi, dia menambahkan, di Jakarta dan sekitarnya, misalnya, vaksinasi sudah berjalan hingga 70 persen.

Beberapa daerah lain, seperti di Jawa Timur, lanjut Kiai Cholil, pun sudah masuk level 1 PPKM sehingga saat ini sudah memasuki keadaan di mana kasus Covid-19 menurun secara signifikan.

"Walaupun Tetapi kita tetap minta agar berkonsultasi dengan Satgas Covid-19 setempat," tuturnya.

Terlebih, menurut Kiai Cholil, durasi pelaksanaan sholat lima waktu secara berjamaah di masjid tidak lama yakni hanya sekitar lima menit.

"Coba bandingkan dengan yang naik pesawat dari Jakarta ke Bali misalnya. Di sebagian pesawat, itu tidak ada jaraknya. Ini kan sama. Tetapi tetap, bagi yang demam dan sekiranya ada gejala, dia mengantisipasi sendiri dan dibangun kesadaran dari umat," imbuhnya.