Sosial

Cerita Syaiful dari Was-was Beralih jadi Menikmati sebagai Jubir Covid-19

Jubir Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Dumai, dr Syaiful

RIAULINK.COM - Hampir sembilan bulan lamanya penduduk Indonesia khususnya Kota Dumai merasakan dampaknya dari pandemi Corona Virus Desease 2019 atau lebih dikenal dengan istilah Covid-19.

Tak hanya mengancam jiwa manusia saja dari segi kesehatan, hampir di segala aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, pendidikan dan agama juga ikut terimbas dari wabah mematikan itu.

Bahkan tak hanya masyarakat awam saja melainkan bahaya menakutkan juga ikut dirasakan oleh tim medis yang menjadi pahlawan garda terdepan untuk membantu memerangi kasus berbahaya itu.

Salah satunya sang Juru Bicara Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Dumai, dr Syaiful. 

Awal mula ia mendapat posisi sebagai jubir pun tak pernah diketahuinya, hanya saja sebagai dokter, dirinya harus siap jika hal itu diamanahkan kepadanya oleh Pemerintah Kota Dumai.

Karena menurut pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Dumai ini, posisi jubir memang sepantasnya diberikan kepada dokter bukan pejabat birokrat lainnya selain tenaga medis.

Baginya dokter yang akan berjibaku di lapangan untuk memerangi virus yang berasal dari Wuhan itu.

"Namun saya tidak terfikir sebelumnya  posisi itu diberikan kepada saya. Karena masih banyak dokter lainnya yang mungkin lebih mumpuni bahkan turun langsung berjibaku dengan para pasien, sehingga mereka lebih mengetahuinya,"ucap dia di sela-sela obrolan bersama riaulink.com di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.

"Hanya saja, mungkin dikarenakan saya sekarang di Sekretaris Dinas (Dinas Kesehatan), ya..mungkin pilihan itu jatuh kepada saya, dan ditunjuk langsung oleh Ketua Satgas Covid-19 (Zulkifli Adnan Singkah) kala itu,"papar dia lagi.

"Apalagi semua yang berhubungan dengan bidang kesehatan memang di bawah naungan Dinkes,"kata Syaiful.

Awal mula, ia ditunjuk untuk jubir saat di Dumai muncul kasus pertama yang menimpa warga Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat itu yakni Siti Aminah (62) tepatnya 23 Maret 2020.

Dimana kedatangan si pasien itu dalam rangka memenuhi undangan acara pernikahan keluarganya di Dumai.

Sempat terbersit rasa was-was tatkala tugas negara yang diembannya itu, jika saja virus mematikan itu ikut menggerogoti tubuhnya namun lama-kelamaan dirinya menikmati menjadi bagian dari Tim Satgas-19.

Pasalnya, dirinya juga akan berkontak fisik langsung dengan tim medis dan pasien. Namun dengan seketika perasaan itu ditepis oleh mantan alumnus fakultas kedokteran Universitas Andalas angkatan 89 ini berkata lagi.

"Kalau memang saya kena Covid-19, saya pasrahkan saja kepada Allah SWT. Hanya saja yang saya kasihani itu keluarga saya, mereka juga jadi imbas karena pekerjaan saya,"sebut Syaiful mantan Direktur RSUD Kota Dumai ini bercerita.

"Jadi di awal-awal ada wabah itu, kita juga disarankan untuk mengganti baju tersebut bahkan harus langsung dicuci termasuk pemakaian APD (alat pelindung diri) harus sesering mungkin diganti karena ditakutkan akan menularkan ke yang lain. Namun bersyukurnya hal itu belum menimpa ke saya dan keluarga,"ujar pria memiliki seorang istri dan seorang putri ini menjelaskan.

Ia juga mengaku dengan berat hati terpaksa menomor duakan keluarga, saat tugas darurat memanggil karena tanggung jawab diserahkan di pundaknya. 

"Tapi yang paling penting keluarga saya mendukung dengan tanggungjawab yang saya ini. Dan Alhamdulillah istri dan anak saya mengerti,"sebut pria 50 tahun asal Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat tersebut.

Dirinya juga mengaku suka dukanya menjadi bagian dari Satgas-19. Sebagai jubir, setiap perkembangan kasus yang ada harus diumumkan ke publik.

"Saya juga mengerti kondisi dan pemikiran masyarakat yang hampir setiap hari dihantui dengan terus bertambahnya kasus. Namun sebagai pihak Satgas-19, sudah seharusnya kita mengungkapkan kebenaran di samping memberikan edukasi serta solusi kepada masyarakat akan tugas ini,"tutur dia.

Jadi kala itu dirinya sempat menjadi bulan-bulanan masyarakat dan awak media karena dianggap tak terbuka dengan penambahan kasus demi kasus di awal-awal Covid-19 melanda Kota Dumai.

Ia beralasan, kenapa saat itu masih belum dipublikasikan, karena salah satu tim medis yakni salah seorang dokter wanita ternyata terpapar Covid-19 usai menjalani dinas dari luar kota bersama sang suami.

Menurutnya, pihaknya tengah menunggu hasil swab atau uji usap dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenkes RI, yang diperkirakan bisa mencapai lima atau sepuluh hari.

"Karena waktu itu kita masih mengacu kepada hasil dari Biomolukuler Jakarta. Jadi kita belum bisa menetapkan si pasien terpapar Covid-19. Hanya saja waktu discreening (uji cepat) memang menunjukkan reaktif,"katanya.

"Sedangkan pasien dikarenakan hasilnya belum keluar, dan merasa kondisi tubuhnya seperti orang tanpa gejala tak mau diisolasi. Jadi kita dianggap berbohong,"ucap dia.

Belum lagi dirinya mendapat teguran dari atasan karena dirinya pernah mengungkapkan alamat salah satu pasien secara rinci yang seharusnya tidak boleh disebutkan sesuai aturan.

"Karena ditakutkan akan memberikan stigma buruk yang menjadikan ketakutan bagi warga lainnya dengan menjauhkan keluarga pasien,"cetus dia sembari pengalaman lainnya.

"Justru kita harus memberikan dukungan moril dan juga materiil seperti bantuan pangan untuk keluarga yang menjadi kontak eratnya,"jelasnya lagi.

Termasuk kisah dirinya sebagai Tim Satgas-19, bersama tenaga medis sempat kewalahan saat merawat pasien pertama yang cukup lama dirawat hingga mencapai 53 hari. 

"Kita bingung juga sampai beberapa kali diswab, baru ke sebelas diswab dinyatakan negatif. Meskipun di satu sisi kita mengerti kondisi pasien yang sudah lanjut, jadi kita pun harus memberikan support baik dari psikologi maupun kesembuhan,"tutur pria juga yang menempuh gelar Master Kesehatan Masyarakat (MKM) pada program studi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) - Sekolah Tinggi Manajemen ilmu Komputer (STMIK) Hang Tuah Pekanbaru.

Sedangkan sukanya, semakin hari dirinya semakin memahami tentang perkembangan demi perkembangan kasus Covid-19 ini. 

Banyak ilmu pengetahuan yang didapatnya baik itu dari Badan Kesehatan Dunia, Satgas Covid-19 Pusat, Kemenkes RI termasuk cara mencegah dan penekanan angka kematian karena Corona salah satunya dengan mengikuti web seminar (webinar) secara virtual.

"Jadi ya suka dukanya banyak, maka dari itu saya syukuri tugas jadi jubir ini. Gak perlu dianggap beban, jalani dengan ikhlas, jadi apapun yang dikerjakan akan terasa ringan,"ucapnya dengan nada berpesan.

Untuk itu tetap fokus menjalankan pola hidup sehat dengan cara makan yang teratur, olahraga teratur, sering berjemur  dan perbanyak konsumsi vitamin.

Bahkan yang paling penting adalah tertib melaksanakan protokoler kesehatan (prokes) 4 M, memakai masker dengan benar, mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun serta memakai hand sanitizer.

Lalu menjaga jarak kurang lebih 1 meter dan terakhir menjauhi kerumunan.

Khusus untuk pemakaian masker disebutnya, semua penelitian sudah menunjukkan bahwa masker mampu mencegah penularan dan yang paling penting mampu menurunkan angka kematian akibat kasus Covid-19 yang berat.

Apalagi sebagai Pemerintah Kota Dumai, dia juga berharap masyarakat tetap dapat beraktifitas dan melakukan kegiatan perekonomian guna menunjang kesehateraan masyarakat. 

"Namun, keberhasilan kegiatan perekonomian tidak akan ada, bila kita tidak menjalankan protokol kesehatan, jadi harus tetap waspada, dan keberhasilan ini ada di tangan kita semua,"katanya tegas 

"Semua harus bergotong-royong, Pemerintah tidak bisa berdiri sendiri dalam menangani Covid-19,"tukasnya.(kll)