Sosial

Bersempena HUT Riau, IPR-Yogyakarta Taja Diskusi Tentang Kebudayaan

YOGYAKARTA, RIAULINK.COM - Selang sehari pasca Hari Ulang Tahun Provinsi Riau ke 63 yang bertemakan Riau Bermarwah, Mahasiswa Riau di Jogja yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Riau – Yogyakarta menggelar Diskusi Virtual dengan mengangkat tema “Kebudayaan Melayu Riau, Manifestasi Kebudayaan yang Takkan Tergerus Zaman". Diskusi ini dilaksanakan pada hari Senin (10/8/2020) pukul 20.00 – 22.40 WIB melalui Zoom Meeting yang diikuti lebih dari 50 peserta. Menurut Najib kegiatan ini merupakan upaya IPR-Yogyakarta untuk menjaga dan merawat nilai-nilai kebudayaan, khususnya Budaya Melayu di Provinsi Riau. 

“Diskusi ini kami gelar bersempena dengan Hari Ulang Tahun Provinsi Riau ke 63, ini adalah salah satu bentuk rasa syukur kami atas bertambahnya usia Provinsi Riau. Selain itu, Ketua Umum Ikatan Pelajar Riau di Yogyakarta mengatakan bahwa menjaga kebudayaan juga menjadi tugas kita Mahasiswa Riau yang ada di Jogja secara khusus dan secara umum Masyarakat Riau dimanapun berada”.

Dalam diskusi ini, hadir sebagai Narasumber Bapak Raja Yoserizal Zen selaku Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, Drs. Mustari, M.Hum., beliau merupakan Dosen Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Deby Afrioza yang merupakan Mahasiswa Riau di Yogyakarta dan Penggiat Seni Melayu, serta Rizki Oktaviani Demisioner Ketua Sanggar Sultan Syarif Qasim Riau di Yogyakarta.

Diskusi Online ini dipandu oleh Annisa Salsabila selaku Koordinator Departemen Seni Budaya dan Olahraga Pengurus Ikatan Pelajar Riau Yogyakarata 2019-2020. Sebelum penyampain materi Panitia memutar Video yang menampilkan beberapa kegiatan Sanggar Sultan Syarif Qasim dan beberapa prestasi yang telah dicapai selama ini.

Deby Afrioza sebagai narasumber pertama yang menyampaikan materi mengatakan "Mahasiswa Riau di Yogyakarta terus bersinergi dalam upaya menjaga kebudayaan di Provinsi Riau. Selain itu, banyak pula kegiatan yang telah mahasiswa Riau di Jogja lakukan sebagai upaya menjaga nilai-nilai kebudayaan tersebut". Sedangkan menurut Rizki Oktaviani selaku Demisioner Ketua Sanggar Sultan Syarif Qasim (SSQ) Riau di Jogja Periode 2017-2018 menyampaikan bahwa SSQ hadir sebagai wadah untuk menyalurkan minat dan bakat mahasiswa/i Riau di Yogyakarta dalam bidang Kesenian dan Kebudayaan, selain itu SSQ bersama IPRY juga Sanggar Komisariat berupaya untuk memperkenalkan budaya Melayu di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini sehingga SSQ membutuhkan dukungan Pemerintah Provinsi Riau".

Materi ke 3 disampaikan Drs. Mustari, M.Hum, Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta serta salah satu Budayawan Melayu di Yogyakarta. Beliau terkagum-kagum terhadap Provinsi Riau, khususnya Dinas Kebudayaan, Alumni IPR-KKR (Ikatan Pelajar Riau-Komisariat Kepulauan Riau) Yogyakarta sejak tahun 1982-1991 kagum karena salah satu Visi Misi Dinas Kebudayaan Provinsi Riau adalah “Menjadikan Riau Sebagai Pusat Bahasa dan Seni Budaya Melayu di Asia Tenggara.” Ini merupakan cita-cita besar yang tidak calang-calang cabarannya.

Pertanyaannya, mengapa Riau ingin menjadi pusat? sementara kita tau bahwa Riau hanyalah salah satu wilayah berkebudayaan Melayu yang memiliki keunikan tersendiri yang tidak dipunyai oleh kebudayaan Melayu di wilayah lain? Saya coba intip visi-misi Dinas Kebudayaan Provinsi Melayu yang lain, Mereka malah tidak mencantumkan visi-misi dai portal resminya. Lalu, saya ingin menyitir otokritik almarhum Prof. Dr. (HC) Hamka. Beliau pernah berseloroh, katanya, “Mati Belanda karena pangkat, mati Cina karena harta, mati Keling karena makan, mati Melayu karena angan-angan.” Apa maknanya, nanti ditanyakan. 

Lebih lanjut Dosen UIN Sunan Kalijaga ini mengatakan Melayu Riau punya asset yang tak ternilai harganya jika ingin mengarungi zaman modern tanpa kehilangan jati diri sebagai Melayu. Yang saya maksud, adalah Melayu Riau punya kitab babon berjudul Tunjuk Ajar Melayu yang merupakan ajaran orang tua-tua Melayu. Bagi bangsa Melayu yang beragama Islam, kitab ini boleh dibilang kitab nomor 3 setelah Quran dan Sunnah. Maha karya ini telah dikumpulkan oleh Sang Maestro, Tenas Effendy. Sayang, kitab ini tidak sempat dibaca oleh semua anak Melayu, hatta, anak Riau sendiri. Bahkan kitab ini hampir punah jika tidak diterbitkan oleh Bang Mahyudi Al Mudra (Budayawan Indonesia).

Materi terakhir disampaikan oleh Raja Yoserizal Zen, menurut Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau ini, Riau memiliki banyak kebudayaan, sehingga Dinas Kebudayaan harus bekerja Ekstra. Banyak warisan kebudayaan benda maupun tak benda yang kita miliki. Akan tetapi, masih banyak kabupaten/kota yang lebih fokus ke pariwisata ketimbang Kebudayaan. Lebih lanjut beliau mengatakan Kebudayaan adalah persoalan nilai, termasuk dalam tunjuk ajar sebagaimana yang disampaikan oleh Drs. Mustari tadi. Beliau mempertegas bahwa Kalau Budaya tidak dijaga, maka Provinsi Riau akan mengalami 3 masalah atau musibah, yaitu Musibah Asap, Musibah Banjir serta Musibah Budaya. Serta yang perlu kita ingat bahwa Kebudayaan itu Dinamis sehingga kita harus pandai menyesuaikan”.