Lingkungan

Mengendus Jerat Maut Penghuni Rimba di Bibir Hutan Riau

DAHI pria paruh baya itu mengerut saat menemukan satu per satu untaian tali di sekitar bibir kawasan hutan konservasi. Meski telah memasuki usia senja, langkahnya masih begitu tegas mengendus jerat-jerat maut mengancam jiwa para penghuni rimba.

Zainal, begitu priaberambut panjang memutih berkumis tebal itu disapa. Dia adalah petugas penegakan hukum Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau. Dalam sepekan terakhir ini, dia keluar masuk hutan untuk mengincar jerat-jerat yang dipasang pemburu liar.

Pria 53 tahun itu menjadi bagian dari tim Sisir Jerat bersama aparat TNI, Polri, Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Tahura, Forum Harimau Kita serta PT Arara Abadi, perusahaan di bawah naungan APP Sinarmas.

Puluhan personel gabungan itu terbagi menjadi dua tim besar. Tim pertama mengincar kawasan sekitar konservasi Giam Siak Kecil-Bukit Batu di Kabupaten Bengkalis dan Siak serta tim kedua di Kabupaten Kampar, berbatasan dengan Taman Hutan Raya Riau.

Keduanya merupakan kantong harimau, gajah, beruang dan sejumlah satwa dilindungi. Keduanya juga adalah tanah harapan untuk satwa yang diambang kepunahan.

Sedikitnya 45 jerat dan satu kotak perangkap landak berhasil ditemukan oleh tim gabungan tersebut. Jerat-jerat itu banyak ditemukan sekitar areal perkebunan perbatasan kawasan konservasi dan areal perkebunan warga pendatang. Jerat itulah yang menjadi malaikat pencabut nyawa satwa dilindungi, terutama harimau sumatera.

Sejatinya, sasaran besar tim tersebut adalah mengincar jerat yang membahayakan harimau sumatera. Namun, di sisi lain pembersihan jerat juga untuk melindungi rakyat si raja rimba, mulai dari landak, tapir, beruang hingga gajah dan satwa dilindungi lainnya.

Tak dapat dipungkiri, konflik harimau dan manusia berulang kali terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Itu menjadi alasan kuat tim sisir jerat gabungan dibentuk.

Dalam sejumlah kasus, banyak orang tak bertanggungjawab memasang jerat dengan dalih tidak untuk menjerat si kucing belang atau satwa dilindungi lainnya. Namun, faktanya justru keberadaan jerat-jerat itu yang kerap mengancam kehidupan satwa dilindungi.

Di antara kasus yang berhasil dibuktikan pengadilan saat seorang pria di Kabupaten Kuansing divonis tiga tahun penjara usai jerat babi yang dia pasang membunuh seekor harimau bunting. Meski berdalih jerat babi untuk melindungi kebunnya, nyatanya jerat menggunakan kawat atau sling telah mengikat erat seekor harimau bunting hingga dua janinnya yang siap lahir mati sia-sia pada awal 2019 lalu.

Atau harimau corina yang nasibnya lebih baik saat terjerat di kawasan konsesi tanaman industri di Kabupaten Pelalawan April 2020 lalu. Corina, Yang namanya diambil dari Corona itu selamat meski kakinya harus diamputasi. Begitu banyak kisah pilu akibat jerat biadab itu.

Sehingga, sisir jerat yang diinisiasi pemerintah dan mendapat dukungan dari bidang konservasi APP Sinarmas pun dilaksanakan secara masif.

Sisir jerat sebenarnya juga merupakan kegiatan yang rutin dilakukan setiap tahun. Namun, pada 2020 ini kegiatan itu diperluas dengan mencakup areal sekitar konservasi dan dianggap rawan akan keberadaan pemburu harimau.

Kepala Bidang Wilayah II Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Heru Sutmantoro mengatakan 90 persen harimau memiliki areal jelajah di luar kawasan konservasi, termasuk kawasan konsesi dan perkebunan warga.

Berbekal peta kerawanan, tim mengunjungi satu per satu areal yang memungkinkan dipasang jerat. Salah satu lokasi yang cukup banyak ditemukan jerat itu adalah perbatasan Distrik II Sebanga, Kecamatan Talang Muandau, Kabupaten Bengkalis.

Jalanan tanah berkontur liat licin usai diguyur hujan semalaman menjadi tantangan pertama yang perlu ditaklukkan. Perjalanan dua jam dengan kendaraan double gardan tak terasa melelahkan kala harmoni kicauan burung, hembusan angin melantunkan nyanyian alam bersahutan.

Namun, semuanya menjadi bergidik kala Rudi, salah satu anggota tim gabungan, staf Forest Sustainibility - Health Safety & Enviroment Regional APP Sinarmas mengatakan areal yang dituju adalah perlintasan harimau.

Sesampai di lokasi, kotoran gajah yang belum berusia 24 jam berserakan di bawah pepohonan. Dari kotorannya, diperkirakan gajah itu berusia dewasa. Namun, di lokasi pertama, nihil jerat.

Setelah lokasi pencarian pertama nihil, lokasi terakhir menjadi medan perang sebenarnya. Langkah Zainal belum melebar, namun darahnya mendidih kala melihat jerat Sling terpasang di bawah rimbun semak belukar.

Seketika, langkah lelaki paruh baya berambut gondrong sebahu itu semakin cepat kala usai menemukan sling tersebut. Hatinya seolah berbisik, masih banyak jerat di hadapan sana.

Dan ternyata benar, lelaki dengan kalung gambar tengkorak dan sekilas bertampang galak itu pun hanya mengernyitkan dahi. Tangannya menggaruk kepala yang saya yakin itu tak gatal sama sekali. Semakin jauh melangkah, jerat-jerat pun semakin berserakan.

Total sembilan jerat, termasuk satu di antaranya sling dan kotak kayu perangkap landak ditemukan. Semuanya ditemukan di Kalimunting, perbatasan Giam Siak Kecil Bukit Batu.

"Jerat dibuat seperti tipuan oleh si pelaku. Tujuannya agar satwa tak mengetahui akan bahaya dirinya. Modelnya, semua dibuat dari benen bekas untuk pelontar dan tali nilon. Kemudian ada jerat yang terbuat dari sling, ini mampu membuat satwa liar itu tersiksa akibat luka dari jeratan. Bahkan mati setelah terjerat dan sulit lepas," gumam Zainal seraya matanya terus mencari jerat lainnya.

Kepala Bidang Wilayah II BBKSDA Riau Heru Sutmantoro mengatakan 90 persen pergerakan satwa liar seperti gajah dan harimau berada di luar kawasan konservasi. Para pihak yang berada di sekitar konservasiharus peduli tentang keberadaan satwa liar.

Untuk itu, ia mengatakan bahwa melindungi satwa dari jerat yang menjadi ancaman terbesar saat ini merupakan tanggungjawab bersama, dan bukan hanya terbatas pada pemegang izin konsesi.

"Semoga kegiatan serupa tidak hanya dilakukan oleh beberapa pemegang konsesi saja, namun oleh seluruh pemangku kepentingan lain untuk ikut bertanggungjawab terhadap kelestarian satwa yang dilindungi," tegas Heru.

Lebih jauh, dia pun mengapresiasi langkah Arara Abadi yang melaksanakan kegiatan penyisiran tersebut. Apalagi saat ini, dia mengatakan jerat merupakan masalah terbesar bagi satwa liar di Riau terkait satwa liar.(ant)