Metropolis

PT APR yang Diresmikan Presiden Jokowi Ternyata Tidak Diketahui Masyarakat Sekitar, Ada Apa?

PELALAWAN, RIAULINK.COM - Taipan Sukamto Tanoto sebagai pemilik Royal Golden Eagle (RGE) dan seluruh manajemennya mungkin saat ini bisa tersenyum sumringah atas telah diresmikan nya pabrik PT Asia Pasific Rayon (APR) oleh Presiden Joko Widodo, Jumat (21/02/2020) di Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau.

Pabrik PT APR yang berada dalam satu kawasan dengan PT RAPP mempunyai nilai investasi mencapai Rp 15 Triliun, dan itu sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo untuk mendorong lebih banyak investasi bernilai tambah di dalam negeri serta memperkuat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional yang tertuang dalam Peta Jalan Revolusi Industri 4.0. 

Selain itu, hadirnya APR diharapkan dapat menjadi alternatif untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku tekstil, khususnya kapas yang saat ini seluruhnya belum bisa dipenuhi dari dalam negeri.

Namun dibalik semua itu, masih ada persoalan-persoalan yang menjadi pertanyaan masyarakat Kabupaten Pelalawan khususnya yang berada di sekitar kedua pabrik terbesar di Indonesia tersebut. Salah satunya adalah tidak adanya transparasi perusahaan yang baru saja diresmikan Presiden Jokowi.

Banyak dari masyarakat yang mempertanyakan kehadiran pabrik rayon tersebut yang mereka anggap adalah pembohongan publik. Masyarakat Pelalawan selama ini hanya tahu bahwa akan didirikan suatu pabrik tissu didalam kawasan PT RAPP.

"Iya bang, selama ini yang kita tahu akan dibangun pabrik tissu di dalam kawasan RAPP. Kok sekarang malah jadi pabrik rayon. Bahkan kita sendiri tidak tahu apa itu pabrik rayon," ujar Atan, salah seorang warga Pangkalan Kerinci kepada media.

Bahkan Ia saat ini merasa was-was dengan keberadaan pabrik rayon tersebut. Ia pernah mendengar kalau ada pabrik rayon di daerah lain pernah didemo oleh masyarakat sekitar karena bahaya limbahnya dan akhirnya ditutup meski tidak tahu apa nama perusahaan tersebut. Namun ketika diberitahu PT Indo Rayon, Ia mengiyakan.

Sementara itu, seusai kedatangan Presiden Jokowi meresmikan pabrik PT APR, di Cafe Bos Gede miliknya, Pengacara Apul Sihombing SH MH ketika dimintai pendapatnya terkait perubahan peruntukan pabrik yang dibangun di dalam kawasan RAPP itu merupakan suatu pembohongan publik. Dengan tegas Apul Sihombing mengatakan "Kalau didalam pemberitahuan atau sosialisasi untuk mendirikan suatu perusahaan yang memproduksi suatu produksi itu dalam perizinannya berbeda, ya, itu suatu pembohongan publik".

Kemudian mengenai kehadiran PT APR yang memproduksi serat rayon yang akan digunakan sebagai bahan industri tekstil tidak akan menimbulkan permasalahan dikemudian hari seperti halnya PT Indo Rayon, Ia menjelaskan dengan gamblang.

Sekitar tahun 1997, pernah di Sumatera Utara didirikan satu perusahaan industri rayon yaitu PT Indo Rayon dan ditolak habis-habisan oleh masyarakat karena terbukti polusi udara yang ditimbulkan oleh industri rayon tersebut dapat membahayakan masyarakat sekitar. Bahkan Ia mempertanyakan kenapa di Pelalawan pabrik tersebut malah bisa didirikan. Ada apa dengan pemerintah daerah?

"Apakah perusahaan selama ini tidak terus terang terhadap dampak lingkungannya? Dan apakah pemerintah juga tidak melakukan kajian lingkungan? Seharusnya pemerintah terlebih dahulu melakukan kajian terhadap dampak yang akan ditimbulkan dengan pendirian pabrik tersebut. Nah ini yang sangat kita sayangkan," jelasnya.

Baru-baru ini Apul pernah berkonsultasi dengan salah seorang petinggi RAPP dan bertanya tentang apakah rayon yang diproduksi PT APR ini sama dengan PT Indo Rayon yang sudah ditutup, petinggi RAPP tersebut mengatakan sama meski teknologinya berbeda.

"Nah, pada intinya yang diproduksi itu sama, yaitu rayon meski katanya teknologinya berbeda. Dan itu harus bisa menjadi perhatian terlebih dahulu", terang Apul.

Begitu juga dengan perizinan pendirian suatu perusahaan, seharusnya perusahaan tersebut  sudah mendapat persetujuan masyarakat sekitar dan menceritakan serta  berterus terang tentang apa yang akan diproduksi dalam perizinan yang akan diterbitkan. Masyarakat harus tahu dampak yang akan ditimbulkan.

"Nah pertanyaan saya, apakah masyarakat sudah mengetahui tentang apa yang akan diproduksi perusahaan tersebut (APR,red) dan dampak yang akan ditimbulkan kemudian hari", pungkas Apul.