Riau

Dalam Lanjutan Sidang Perkara Pemalsuan SK Menhut, Terdakwa Teten Efendi Akui Surat Izin Lokasi Sesuai Instruksi Bupati

RIAULINK.COM,SIAK - Mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Siak, Teten Effendi memberikan keterangan sebagai terdakwa dalam kasus dugaan pemalsuan Surat Keputusan Menteri Kehutanan sebagai dasar pemberian izin PT Duta Swakarya Indah (DSI).

"Saya dituduhkan melakukan pemalsuan, saya tidak mengerti pemalsuan apa. Dituduh ikut memproses penerbitan izin lokasi berdasarkan pelepasan kawasan hutan yang dianggap tidak berlaku. Saya tahu ketika menerima disposisi dari Bupati dan kepala dinas," kata Teten di Pengadilan Negeri Siak, Selasa,(21/05/2019).

Lebih lanjut dikatakannya saat itu tahun 2003 dia menjabat Kepala Sub Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dinas Pertanahan Siak. Ketika itu lembaga tersebut tidak vertikal di bawah Badan Pertanahan Nasional.

Ketika menerima permohonan PT DSI itu dia mengatakan diproses sesuai arahan bupati. Teten mengaku sampai padanya karena bidang pengukuran dan dirinya tidak bertemu dan membicarakan ini secara langsung dengan bupati saat itu, Arwin AS.

"Pengurusannya dulu langsung ke Bidang Tata Pemerintahan, jadi saya tidak tahu alasan bupati mendisposisikan. Itu kewenangan bupati, saya sebagai bawahan hanya melaksanakan. Saya tak juga menanyakan ke kepala dinas," ungkapnya.

Setelah disposisi, lanjut Teten mengusulkan dan membahas dengan Kadistak dan konfirmasi ke Departemen Kehutanan Bagian Planologi pada tahun 2006. Ia terima penugasan dari bupati melalui kepala dinas, namun hanya lisan, tidak ada tertulisnya. 

Di Bagian Planologi diberikan aturan Surat Keputusan Bersama tiga menteri lalu melaporkan pada Kadistak dan Bupati bahwa SK Menhut pelepasan tahun 1998 masih berlaku. Alasannya karena tidak ada pembatalan atas SK tersebut yang menuangkan luasan izin PT DSI.

"Memang ada lampiran teguran, tapi tetap pembatalan harus dilakukan dengan tertulis," imbuhnya.

Kemudian dirinya lapor bupati dan diinstruksikan untuk diproses. Selanjutnya pihaknya membentuk tim lapangan dengan surat keputusan bupati yang anggotanya terdiri dari Kadistak, Tapem, dan Dinas Kehutanan.

"Laporan dituangkan sebagai pertanggungjawaban termasuk ke bupati,  dilaporkan berjenjang. Kadis bawa laporan ke bupati, intinya telah terekam di area pelepasan ada penguasaan koperasi PT Karya Dayun, kerjasama hutan rakyat PT Nusa Manunggal Jaya, dan program pengembangan kebun sawit masyarakat tempatan yang rencananya kemitraan dengan PT DSI," ujarnya.

Akhirnya, lanjut dia, untuk izin lokasi itu dari bupati PT DSI disetujui untuk tidak mendapatkan yang diajukan semuanya yakni 13 ribu hektare lebih. Itu karena sekitar 40 persen sudah dikuasai maka yang didapat PT DSI menjadi 8.000 ha.

"Ada persetujuan tidak harus 13 ribu, itu saya dapat secara pribadi dari bupati. 8.000 ribu layak diberikan PT DSI. Dituangkan memberikan izin lokasi 8.000 ha dengan hak dan kewajiban," tambahnya.

Kemudian berlanjut pada 2009 ketika Teten sudah menjadi Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanahan. Ketika itu juga pada 2009 PT DSI mendapatkan lanjutannya Izin Usaha Perkebunan pada 22 Januari 2009. Sebelum itu pada 11 Januari 2009 Teten juga pindah jabatan menjadi Kadishutbun Siak.

Terkait pemberian IUP harus sudah 50 persen menguasai izin lokasi, Teten mengaku tidak tahu. Pasalnya hanya berdasarkan izin lokasi 8.000 hektare itu saja kemudian dikeluarkan IUPnya juga atas dasar pertimbangan dari provinsi dan kabupaten.

Persidangan selain terdakwa Teten juga mendengarkan terdakwa lainnya yakni Direktur PT DSI, Suratno Konadi.  Majlis hakim diketuai Roza El Afrina dan didampingi 2 hakim anggota Risca Fajarwati dan Selo Tantular.(iqbal)