Hukrim

KY Bakal Pantau Sidang Pemalsuan SK Menhut di PN Siak

Ilustrasi.int

RIAULINK.COM, PEKANBARU - Komisi Yudisial RI Penghubung Wilayah Riau akan memantau dan mengawasi jalannya persidangan dugaan pemalsuan SK Menteri Kehutanan (Menhut) Nomor: 17/kpts-II/1998. Ini dilakukan untuk memastikan independensi majelis hakim yang akan mengadili dan memeriksa perkara itu.

Dalam perkara itu terdapat dua orang tersangka. Mereka adalah Suratno Konadi yang merupakan Direktur PT Duta Swakarya Indah (DSI), dan Teten Effendi, mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Siak.

Perkara ini menarik perhatian publik. Hal itu tidak terlepas dari kebijakan Kejaksaan Negeri (Kejari) Siak yang menganulir sendiri keputusannya terkait status penahanan Suratno Konadi menjadi tahanan kota. Dikhawatirkan, keistimewaan tersebut juga terjadi pada saat perkara bergulir ke persidangan.

"KY bisa inisiatif (untuk melakukan pemantauan) karena perkara ini menarik perhatian publik," ujar Koordinator KY RI Penghubung Wilayah Riau, Hotman Parulian Siahaan, seperti dilansir dari laman Riaumandiri.co, Minggu (21/4/2019).

Menurut Hotman, pemantauan itu dilakukan jika perkara itu telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Siak. Inisiatif itu diambil, meskipun KY tidak ada menerima laporan ataupun permohonan untuk dilakukan pemantauan dari pihak-pihak terkait.

"Kalaupun itu memang tidak ada permohonan dari pihak manapun, baik kejaksaan, pihak yang berperkara ataupun pemerhati terkait case ini. Nanti kita akan cek juga di lapangan, termasuk dari pemberitaan," sebut Hotman.

Sebelumnya, Ketua PN Siak Bambang Trikoro menegaskan tidak membuka pintu untuk para pihak berperkara di luar persidangan. Meskipun ia mengakui ada upaya pihak berperkara yang ingin menemuinya di luar jadwal persidangan. 

"Dalam perkara Direktur PT DSI dan warga pelapor ini saya nyatakan PN Siak independen. Karena menjaga itu saya gak mau jumpa-jumpa sama pihak berperkara itu," tegas Bambang belum lama ini. 

Ia juga membantah informasi tentang adanya pertemuan pihaknya dengan pemilik PT DSI, Merry atau orang tertentu. Kehadiran Merry di PN Siak baru-baru ini dikarenakan yang bersangkutan menjadi saksi dalam persidangan perkara yang berbeda. 

Dalam kesempatan itu juga, dia meminta media ikut mengawal jalannya persidangan itu nantinya. Karena banyak isu terhadap penanganan perkara itu yang tidak elok ke PN Siak. 

"Untuk membuktikan independensi kami, saya akan menunjuk hakim yang belum pernah mengadili perkara PT DSI selama ini. Saya tidak akan menunjuk hakim yang pernah mengadili perkara dengan perusahaan itu," tegas dia.

Dia juga menjamin bertindak netral pada perkara itu nantinya. Sebab perkara yang melibatkan PT DSI menjadi atensi masyarakat Siak selama ini.

Diketahui, Suratno Konadi dan Teten Effendi dilaporkan ke Polda Riau karena ada klaim izin Menhut di atas lahan yang dimiliki warga.

Pada 2009, PT DSI datang ke okasi kebun milik warga atas nama Jimmy yang dikelola oleh PT Karya Dayun untuk dijadikan kebun sawit. Ketika itu pengelolaan telah berlangsung kurang lebih lima tahun sehingga pohon sawit telah berusia 3-4 tahun atau berbuah pasir. 

PT DSI mengaku dan mengklaim lahan kebun milik masyarakat yang dikelola PT Karya Dayun sebagai miliknya. Pihak PT DSI menunjukkan Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH) Nomor : 17/kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998. 

Selama warga membuka perkebunan yang dikelola oleh PT Karya Dayun, tidak pernah mengetahui adanya kepemilikan lain selain tempat dimana warga tersebut membeli lahan tersebut secara sah.

Karena itu, pihaknya merasa curiga dengan dasar klaim PT DSI, sehingga kliennya meneliti dasar pengakuan dari PT DSI yaitu IPKH Nomor 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998. Setelah diperhatikannya izin pelepasan tersebut ternyata penentuan ada pada dictum kesembilan yang berbunyi.

Dalam ketentuan itu berbunyi, apabila PT DSI tidak memanfaatkan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada dictum pertama dan atau menyalahgunakan pemanfaatannya dan atau tidak menyelesaikan pengurusan HGU dalam waktu 1 tahun sejak diterbitkannya keputusan itu, maka pelepasan kawasan hutan ini batal dengan sendirinya.

Sesuai dengan dasar klaim itu, ternyata PT DSI belum memanfaatkan kawasan hutan sesuai izin tersebut serta tidak menyelesaikan HGU sampai batas waktu yaitu 1 tahun sejak diterbitkan SK Pelepasan, 1 Januari 1998. Karenanya warga menolak pengakuan atau klaim dari PT DSI tersebut.

Akibat penolakan tersebut, PT DSI melakukan upaya hukum gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Siak dengan menggugat PT Karya Dayun meskipun PT DSI mengetahui pemilik asli dari lahan yang digugatnya tersebut bukan PT Karya Dayun. Hal itu sesuai sebagaimana terdaftar di kepaniteraan PN Siak Nomor : 07/PDT.G/2012/PN.Siak tanggal 26 Desember 2012.

Menariknya, pada tingkat PN Siak dan Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru, PT DSI memenangkan perkara tersebut. Pada tingkat Mahkamah Agung (MA) gugatan PT DSI dinyatakan tidak dapat diterima. Akhirnya PT DSI melakukan upaya PK dengan berbagai alasan.

Atas latar belakang itu, warga membuat laporan kepada Polda Riau untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas adanya dugaan menggunakan surat yang tidak benar.