3 Rempah yang Menarik Perhatian Para Penjajah ke Indonesia

Ilustrasi (Foto: Istimewa)

RIAULINK.COM - Rempah merupakan segala tanaman yang dapat diolah menjadi obat, makanan, maupun wewangian. Indonesia sendiri terkenal sebagai negara yang memiliki kekayaan kuliner bercita rasa tinggi. Sebut saja rendang, mi Aceh, rawon, dan lainnya.

Indonesia memiliki rempah yang sangat melimpah. Sejak dulu dikenal oleh penjajah Portugis, Belanda, dan Inggris. Rempah menjadi daya tarik untuk mengeksplorasi berbagai wilayah Indonesia.

Terdapat tiga rempah yang menjadi magnet bagi penjajah untuk mengambil harta karun ini.

1. Merica

Faktanya, merica merupakan bahasa India dari merica. Dahulu, orang India berlayar ke Indonesia dan menanam bibit merica di Banten, Jawa Barat.

"Merica bahasa India, Tapi kita nyebutnya sahang. Sampai sekarang orang Sumatera, Kalimatan, masih menyebut merica sahang. Merica itu bahasa komersial," cerita arkeolog, Junus Satrio Atmudjo di International Forum on Spice Route (IFSR) 2019 di Museum Nasional, Jakarta, Jumat, 22 Maret 2019.

2. Cengkih

Minyak cengkih ternyata dipakai untuk mengawetkan mumi raja-raja Mesir pada abad ke-10 sebelum Masehi (SM). Khasiatnya yang bisa membunuh jamur dan mematikan organisme pembusukan dalam tubuh manusia.

Tapi, tahukah Anda kalau cengkih adalah rempah asli Indonesia? Cengkih berasal dari Ambon, Maluku. Belanda melakukan pelayaran ke Mongi, Maluku dan menemukan kekayaan cengkih di sana. Merekalah pelaku utama yang menyebabkan harga cengkih melebihi emas.

"Pohon-pohon cengkih itu ditebangin sama mereka supaya harga cengkih naik. Biar keuntungannya besar. Itu yang menyebabkan Pattimura memberontak," sambung Junus.

3. Pala

Rempah ini pun tak kalah populer. Tumbuhan ini asli dari Indonesia, meskipun pohon pala menjulang besar dan panennya tidak terlalu banyak.

Cengkih dan pala yang asli Indonesia itu pun dibawa Inggris ke luar negeri. Inggris membawa ke negara-negara yang juga memiliki iklim tropis yaitu Srilanka dan Zanzibar di Afrika.

"Jadi, pala, cengkih yang dibawa dari Ambon akhirnya ditanam di benua India dan di Afrika. Sejak itu harganya turun," pungkas arkeolog tersebut.