Internasional

Wamenlu Malaysia Diduga Kuliah di Kampus Abal-abal

Ilustrasi Ibu Kota Pemerintahan Malaysia, Putrajaya. (REUTERS/Olivia Harris)

RIAULINK.COM - Kelompok oposisi Malaysia, Barisan Nasional, menuding Wakil Menteri Luar Negeri, Marzuki Yahya, berbohong soal latar belakang pendidikannya. Sebab, dalam profil di laman situs Wikipedia tercantum dia lulusan Universitas Cambridge, Inggris.

Seperti dilansir AFP, Kamis (7/2/2019), Partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) adalah yang paling keras mendesak supaya Yahya mundur. Mereka meragukan latar akademik Yahya dan menuduhnya berdusta terhadap rakyat.

"Bagaimana Anda mengklaim memerangi korupsi dan mendukung pemerintahan yang bersih serta beretika, sementara Anda membohongi rakyat dengan gelar palsu?," kata Ketua Gerakan Pemuda UMNO, Asyraf Wajdi Dusuki.

Setelah dikritik melalui media sosial, Yahya menyatakan dia memang tidak pernah kuliah di kampus ternama Inggris itu. Namun, dia menempuh pendidikan di Amerika Serikat.

"Saya pikir mereka salah paham. Saya kuliah di Universitas Internasional Cambridge di AS," kata anggota Partai Bersatu itu.

Yahya merupakan bagian dari koalisi Pakatan Harapan dipimpin Perdana Menteri, Mahathir Muhammad, dan tokoh oposisi Anwar Ibrahim. Dia mengaku sengaja belajar di kampus itu karena ada mata kuliah sesuai dengan bidang usaha yang dia geluti, yakni logistik.

"Saya berkecimpung di bidang logistik. Jadi saya mengambil pendidikan untuk memperluas bisnis saya," kata Yahya.

Meski begitu, kelompok oposisi juga mempertanyakan kredibilitas kampus tempat Yahya menempuh pendidikan. Bahkan sebagian besar menganggap lembaga pendidikan itu abal-abal.

Dalam situs resminya, Universitas Internasional Cambridge menyatakan mereka tidak terakreditasi oleh Kementerian Pendidikan AS. Namun, mereka membuka 150 jurusan. Salah satunya bernama manajemen kasino, yang mahasiswanya hanya 25 orang. Ketika dikonfirmasi soal latar pendidikan Yahya, kampus itu belum memberikan komentar.

Jika hal ini benar, maka bakal berdampak terhadap popularitas pemerintahan Mahathir dan kelompok Pakatan Harapan.