Internasional

Harga Minyak Dunia Kembali Merosot Usai Reli 8 Hari Terakhir

RIAULINK.com - Harga minyak mentah dunia merosot tipis pada perdagangan Kamis (10/1), waktu AS. Pelemahan dipicu oleh investor yang tidak lagi antusias terhadap pembicaraan perdagangan AS-China seiring pelemahan data ekonomi China.

Dilansir dari Reuters, Jumat (11/1), harga minyak mentah berjangka Brent turun US$0,23 menjadi US$61,21 per barel. Di awal sesi perdagangan, harga Brent sempat terdongkrak ke level US$61,91 per barel. 

Pelemahan juga terhadap harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,09 menjadi US$52,27 per barel, setelah sempat menyentuh level US$52,7 per barel di awal sesi perdagangan. 

Pada Rabu (9/1) lalu, kedua harga minyak acuan global sempat loncat 5 persen dan membuat reli kenaikan harga berlangsung selama 8 hari, terpanjang sejak Juli 2017. 

Pasar keuangan global telah menanjak seiring munculnya harapan terhadap AS-China untuk menghindari perang dagang besar-besaran. 

Pembicaraan perdagangan antara dua perekonomian terbesar di dunia telah berlangsung. Namun, kenaikan pasar global mulai tertahan setelah kedua negara mengeluarkan pernyataan positif yang tidak jelas, tanpa disertai detail yang konkrit. 

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan kepada media bahwa pembicaraan kedua negara mencapai kesuksesan yang besar. Namun, ia tidak menjelaskan detail lebih jauh. 

Sementara itu, data yang mengecewakan dari China menambah kekhawatiran terhadap perekonomian global. Harga produsen China pada Desember naik pada laju yang paling lambat untuk lebih dari dua tahun terakhir. Hal itu menimbulkan risiko deflasi. 

"Data yang keluar dari China, inflasi yang lemah, dan lamanya pembicaraan AS-China tanpa terobosan berarti yang terlihat saat ini memicu beberapa aksi ambil untung setelah melaju cukup kencang kemarin," tutur Analis Price Futures Group Phil Flynn di Chicago. 

Pasar saham AS, yang biasanya bergerak searah dengan pasar minyak berjangka, juga hampir datar setelah penguatan selama empat hari berturut-turut. 

Barclays memperkirakan rata-rata harga Brent tetap akan berada di kisaran US$55 hingga US$66 per barel seiring kenaikan stok dalam beberapa bulan ke depan. Selain itu, Barclays juga memperkirakan pasar akan kembali pada kondisi seimbang pada paruh kedua tahun ini. 

Di lain pihak, bank investasi dan layanan keuangan AS Morgan Stanley memangkas proyeksi harga minyak lebih dari 10 persen. Hal itu dipicu pelemahan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan pasokan minyak. 

Berdasarkan data pemerintah AS, poduksi minyak mentah AS telah menyentuh rekor 11,7 barel per hari (bph) sejak awal November 2018. Untuk mengimbanginya, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, sepakat untuk memangkas produksinya mulai Januari ini. 

Namun, kesepakatan itu mendapatkan tantangan dari Iran. Iran, yang ekspornya telah merosot akibat sanksi AS, tetap harus mengikuti kesepakatan. 

Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh menyatakan sanksi AS terhadap negaranya ilegal sepenuhnya. Bahkan, Zanganeh menyatakan tidak akan mematuhinya. 

Sebagai catatan, sanksi AS yang menekan ekspor Iran mulai berlaku sejak November 2018. Namun, AS memberikan pengecualian pemberlakuan sanksi terhadap terhadap sejumlah negara importir minyak Iran selama tiga bulan.